Kota Bandung - sebagai salah satu kota terbesar di Indonesia, memiliki sejarah panjang yang kaya akan budaya dan keunikan. Salah satu objek menarik yang kerap diabaikan oleh masyarakat adalah batu bulat yang terletak di pinggir Jalan Asia Afrika. Meskipun batu ini seringkali dianggap sebagai elemen dekoratif, ternyata banyak yang tidak mengetahui sejarah dan makna di balik keberadaannya. Artikel ini akan membongkar misteri di sekitar batu bulat tersebut dan mencoba menggali pengetahuan masyarakat terhadapnya.
Sejarah Batu Bulat
Batu bulat yang berdiri di pinggir Jalan Asia Afrika, Bandung, sebenarnya bukanlah sekadar elemen hiasan sembarangan. Batu ini memiliki sejarah panjang yang terkait dengan peristiwa bersejarah di Indonesia. Menurut para ahli sejarah, batu bulat tersebut merupakan simbol dari perjanjian antara beberapa negara Asia dan Afrika yang dituangkan dalam Konferensi Asia Afrika pada tahun 1955.
Konferensi Asia Afrika, yang dikenal sebagai Konferensi Bandung, adalah pertemuan tingkat tinggi antara negara-negara Asia dan Afrika yang bertujuan untuk membahas isu-isu politik dan ekonomi. Batu bulat tersebut kemungkinan besar ditempatkan di lokasi tersebut sebagai simbol persatuan dan kerjasama antarbangsa yang diwakili oleh negara-negara peserta konferensi.
Sayangnya, seiring berjalannya waktu, pengetahuan masyarakat tentang sejarah batu bulat ini semakin luntur. Banyak orang yang melewati batu tersebut tanpa menyadari makna dan signifikansinya dalam sejarah diplomasi Indonesia.
"Bola batu itu memuat nama-nama negara Asia dan Afrika," ucap Wali Kota Bandung Ridwan Kamil di Balaikota Bandung, Jalan Wastukancana, Kamis (19/3/2015).
Menurut Ridwan Kamil, sebanyak 109 bola batu sengaja dipasang guna menyambut acara berkelas internasional yang puncaknya berlangsung di Gedung Merdeka pada Jumat 24 April 2015. Jumlah bola batu tersebut disesuaikan dengan negara yang ikut KAA ke-60.
Meningkatkan Pengetahuan Masyarakat
Agar pengetahuan masyarakat tentang batu bulat di pinggir Jalan Asia Afrika meningkat, diperlukan upaya edukasi yang lebih serius. Pemerintah setempat, lembaga pendidikan, dan komunitas sejarah dapat bekerja sama untuk menyelenggarakan acara-acara edukatif, seperti seminar, workshop, atau pameran sejarah. Melalui kegiatan ini, masyarakat dapat belajar lebih banyak tentang Konferensi Asia Afrika dan peran batu bulat sebagai simbol kerjasama antarnegara.