Sore itu menjadi sore terburuk yang dialami lala karena diberhentikan dari pekerjaannya. Lala berjalan gontai diantara gedung tinggi sambil menangis menuju halte bus. Ia menggendong tas ransel dan membawa berkas berkas yang diwadahi kardus kecil. Lala berjalan.
Lala duduk di halte sambil melihat berkas berkas dalam kardus yang ada dipangkuannya. ia menemukan foto keluarganya di masa kecil, yang mana saat ini ia sedang sendiri di perantauan.
Lala melihat ke jalan , ia melihat ada tukang koran yang menjual koran dari mobil ke mobil. Sapardi namanya. Ia tukang koran yang rajin meskipun gajinya tak seberapa.
Sapardi menghampiri lala , lalu menawarkan korannya.
Sapardi : permisi mba, mau koran ?
(Sambil menyodorkannya)
Lala : boleh pak
(Tersenyum)
Sapardi duduk di halte , kini lala dan sapardi bersebelahan. Sambil membaca koran, lala memperhatikan gerak gerik sapardi.
Lala : Masih laku ya pak koran seperti ini ?
Sapardi : laku mba, kalau ada orang gedongan yang mau borong.
Lala : Weh, tumben. Tak pikir sekarang sudah jarang laku karena semua serba digital pak.
Sapardi : ya, gimana ya mba! kalau hari biasa paling laku nggak ada 10, meskipun buat bungkus gorengan. Yaaa, yang penting bisa buat makan keluarga.
( sambil tersenyum satire)