Lihat ke Halaman Asli

Utari ninghadiyati

Blogger, kompasianer, penggiat budaya

Terlelap di Kereta Api

Diperbarui: 22 Oktober 2024   15:32

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ketika ditugaskan ke Kota Serang, Banten, saya tidak menyangka akan menjadi bagian dari kelompok angker, angkutan kereta. Transportasi umum ini benar-benar membuat perjalanan pulang dan pergi terasa menyenangkan, lancar, tepat waktu, dan aman.

Delapan tahun saya meninggalkan Pulau Jawa dan menjalani kehidupan di Kalimantan. Selama bermukim di sana, saya kerap merindukan kereta api. Ingin mendengar bunyi peluitnya yang khas, menikmati keriuhan para penumpang, pergi ke stasiun untuk membeli tiket kereta api, dan hal-hal remeh lain yang masih terekam diingatan.

Selama masa-masa penuh rindu itu, tidak ada yang bisa saya lakukan selain melihat perubahannya melalui gawai. 

Membaca berita tentang perubahan yang terjadi, tentang gerbong-gerbong kereta yang semakin nyaman, tata cara pembelian tiket yang dilakukan secara online, hingga waktu tunggu keberangkatan yang sudah ditentukan. Wow, akankah saya dapat merasakan dan menikmati perubahannya? 

Tidak ada yang menyangka kalau semua rasa yang saya simpan itu bisa terwujud. Perubahan lokasi kerja ternyata mengantarkan saya untuk mewujudkan semua rasa penasaran pada kereta api. Ya, saya kini bisa menggunakan kuda besi sebagai alat transportasi menuju wilayah tugas.

Tidak Perlu Antre

Namanya baru datang ke Jakarta, tentu saja saya mengalami banyak sekali kekagetan saat ingin menggunakan kereta api. Saya ingat, pertama kali saya menaiki kereta commuter line menuju kantor pusat di Jakarta Selatan. 

Saya sadar pasti cara pembelian tiketnya tidak sama dengan dulu. Dahulu untuk mendapat tiket harus antre di loket. Agar tidak salah, malam hari sebelum pergi, saya minta diajari cara baik kereta api pada anak sulung.

Prosesnya ternyata mudah. Asalkan memiliki kartu uang elektronik, saya sudah bisa masuk ke stasiun setelah terlebih dahulu men-tab kartu di pintu masuk. Si sulung justru berpesan agar saya memerhatikan tujuan kereta api dan letak peron di Stasiun Manggarai supaya tidak tersasar.

Lucunya, saya tidak terlalu menghiraukan pesan tersebut. Dalam hati, nanti di Stasiun Manggarai saya bisa berpindah peron dengan mudah. Tinggal menyeberangi rel saja, seperti dulu. Ternyata perkiraan saya salah besar. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline