Keterbatasan ruang kerja membuat suasana kerja menjadi tidak nyaman. Mencoba untuk bekerja di tempat lain berarti harus siap dengan pengeluaran tambahan. Andaikan ada ruang kerja bersama yang dapat diakses dengan mudah dan gratis tentu sangat menyenangkan. Tidak ada lagi kata mendamba ruang kerja bersama, berganti menjadi ruang kerja dambaan semua orang. Adakah yang sama?
Pintu kaca itu terbuka separuh, dari balik pintu saya dapat melihat lalu lalang kendaraan dengan leluasa. Mata memang melihat keluar, namun pikiran di kepala dipenuhi berbagai laporan pekerjaan. Seharusnya seluruh rangkaian kata-kata itu bisa terangkai jelas di layar laptop, namun keadaan tidak memungkinkan.
Ruang kerja yang ada tidak dapat menampung semua staf yang berkejaran membuat laporan. Di meja yang ada di dalam ruangan, empat orang duduk berderet di depan dua meja yang seharusnya untuk satu orang. Keadaan yang sama terlihat di seberang meja.
Bagi staf yang membawa laptop akhirnya memilih bekerja di lantai dua. Memakai kotak berisi berkas laporan sebagai pengganti meja. Lainnya terpaksa bekerja dengan menunduk karena tak ada lagi kotak yang bisa dijadikan meja.
Semula saya mencoba bekerja di depan. Tidak jauh dari pintu kaca yang terbuka. Tetapi ternyata hal itu bukan pilihan tepat. Bukan kendaraan yang mengalihkan perhatian, tapi rasa cemas jika laptop dipangkuan tersenggol orang yang berjalan.
Ah, andaikan ada tempat yang bisa saya datangi untuk bekerja, tentu cerita akan berbeda. Keadaan ini membuat saya berselancar, mencari tempat-tempat yang bisa dipergunakan untuk bekerja. Target utama adalah perpustakaan.
Dulu, ketika masih bekerja di kota lain, saya terbiasa bekerja di perpustakaan milik pemerintah kota. Suasananya tenang, adem berkat penyejuk udara yang bekerja dengan baik, layanan internetnya baik dan dapat diakses dengan gratis, dan berbagai buku untuk referensi bisa diambil dengan mudah.
Belakangan, perpustakaan kota menangkap adanya kebutuhan ruang kerja bersama bagi para pekerja seperti saya. Sebuah ruang besar yang bersih, terang, lengkap dengan jaringan internet gratis, dan kopi serta teh (harus beli dengan harga bersahabat). Maka, ruang kosong yang berada di antara ruang baca utama dan ruang baca anak diubah menjadi ruang kerja bersama dengan embel-embel coffee shop.
Sayangnya, ketika ruang tersebut diresmikan, saya tidak bisa mencoba karena berpindah tugas. Di sini, saya belum menemukan tempat serupa.
Saya memang tidak boleh mengeluh. Apalagi menunda pekerjaan dengan alasan kenyamanan kerja. Pekerjaan tetap terselesaikan dengan mengerjakannya di tempat kos.