Lihat ke Halaman Asli

Utari ninghadiyati

Blogger, kompasianer, penggiat budaya

Berkunjung ke Kelenteng Suci Nurani Banjarmasin

Diperbarui: 21 Februari 2021   21:08

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

dokpri

Imlek tahun ini terasa sangat sepi. Melalui televisi, saya tahu jika perayaan imlek sama sekali berbeda dengan tahun lalu. Tepatnya, tahun ini tidak ada perayaan imlek agar tidak ada massa yang berkumpul. Namun demikian, ingatan saya masih sangat lekat saat mengunjungi Kelenteng Suci Nurani di Banjarmasin. Sudah lama saya "mengincar" bangunan indah ini. Hingga akhirnya kesempatan itu tiba, saya merasa sangat-sangat bahagia.

1 jam perjalanan

Entah sudah berapa kali saya melewati bangunan bercat merah itu, tanpa punya keberanian untuk masuk. Dari luar saya hanya bisa mengagumi keindahannya. Melihat ukiran-ukiran yang terdapat di tiang penyangga atap depan. Naga-naga besar itu seperti menjaga Kelenteng Suci Nurani dari segala hal yang tak baik.

Meski beberapa kali lewat, sebenarnya letak rumah saya cukup jauh dari Kelenteng yang berada di jalan Veteran Banjarmasin. Saya bermukim di kota Banjarbaru yang lumayan jauh.

Jika dilihat di peta, jaraknya mencapai 32 km atau jika dihitung dengan satuan jam memerlukan waktu 60 menit perjalanan dengan motor. tentunya kendaraan tidak dipacu seperti tengah mengikuti lomba, cukuplah kecepatan 50 hingga 60 km per jam.

Untuk menuju ke sana, sangat mudah. Tinggal mengikuti jalan utama hingga bertemu jembatan besar yang melintang di atas sungai Martapura. Karena tidak boleh langsung berbelok ke kanan, mau tak mau harus menyeberang lalu putar balik dan menuju Kelenteng Suci Nurani.

Nyasar yang tidak nyasar

Lucunya ketika saya ingin berkunjung ke Kelenteng, justru tersasar ke Kelenteng lain yang berada di kawasan Pasar Sudimampir. Waktu itu saya cuma berkeinginan melihat bangunan cagar budaya yang ada di Kota Banjarmasin. Nah, dari daftar yang saya peroleh, Kelenteng Po An Kiong yang ada di Pasar termasuk bangunan cagar budaya. Jadilah saya menuju ke sana.

Kelenteng Po An Kiong tidak terlalu besar dan berada di tepi jalan. Seluruh tembok bagian luar disapu cat berwarna merah dan kuning. Organemn di Kelenteng ini jauh lebih sederhana. Tidak ada ukiran naga, hanya pintu besar yang berlukiskan salah satu Dewa penjaga.

Setelah lebih dahulu meminta ijin, saya bisa meliha bagian dalam Kelenteng yang sepi. Terlihat beberapa altar sembahyang lengkap dengan guci besar yang terbuat dari kuningan. Bagian dalam guci terlihat sisa-sisa hio yang digunakan untuk sembahyang.

Ketika berdiri di dalam, saya merasa aura modernisasi begitu terasa. Seluruh ruangan sudah ditembok. Hampir dinding dilapisi keramik. Dalam hati saya sangsi bangunan ini termasuk bangunan cagar budaya, melihat kondisinya yang tidak lagi unik.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline