Bulan Agustus 2014 merupakan bulan langkah awal para generasi pendidikan. Untuk para pelajaran tahun ajaran baru dimulai pada minggu awal, dan para mahasiswa masa pengenalan kuliah diawali pada minggu-minggu akhir. Dalam masa perkenalan sekolah ataupun kampus umumnya selalu memperkenalkan baik dari segi infrastruktur dan kegunaannya, tenaga pendidiknya, prestasi yang telah dicapai, jurusan pada masing-masing tempat pendidikan, dan prosepek kedepan jurusan masing-masing yang ada ditempat tersebut baik sekolah ataupun kampus.
Tapi apakah para peserta didik baru dibiarkan begitu saja dalam masa perkenalan dimana ia menuntut ilmu? Tentu saja tidak, sudah ada para senior yang siap ‘membantu’ para siswa/mahasiswa baru untuk beradaptasi dilingkungan barunya tersebut. Cara ‘membantu’nya pun ada banyak jenis, istilah yang lebih familiar sebut saja MOS atau Masa Orientasi Siswa untuk para pelajar dan OSPEK atau Orientasi Studi dan Pengenalan Kampus untuk para mahasiswa.
Dalam kegiatan ini para peserta didik baru biasanya disuruh membawa peralatan yang tidak wajar. Seperti kresek sebagai pengganti tas, kukusan nasi sebagai pengganti topi dsb. Pernahkah kalian bertanya untuk apa menggunakan barang-barang yang tidak seharusnya digunakan sebagaimana fungsinya? Pasti banyak dari kalian yang berkata demikian, tapi kalian diam saja karena takut dengan para senior. Takut kalau dimarahi, takut kalau disuruh lari, disuruh push up, dipermalukan didepan umum, diolok-olok dsb. Ya begitulah dilema para peserta didik baru yang akan menghadapi MOS ataupun OSPEK.
Dan para senior juga berfikir jika ajang tersebut dijadikan hiburan tersendiri oleh para senior, karena saya pun sempat berfikir sama seperti hal tersebut ketika saya menjadi panitia MOS disekolah, mengatur kegiatan jika para pelajar baru harus membawa ini itu yang kurang ‘memanusiakan’ pelajar baru yang masih lugu. Dan saat itu saya juga berfikir jika tradisi MOS ya seperti inilah seharusnya, para junior harus merasakan apa yang pernah dirasakan para senior terdahulu. Dan syukurnya seiring bertambahnya pengetahuan yang saya dapatkan seperti apa pendidikan Indonesia, ternyata pengenalan bentuk seperti ini justru membuat para generasi penerus pendidikan seolah seperti menjadi ‘budak’ yang tanpa daya melawan majikannya.
Kenapa? para pelajar/mahasiswa baru tentu masih belum mengerti betul seperti apa tempat mereka menuntut ilmu, masih gagap menghadapi lingkungan sekitar. Karena kondisi-kondisi itulah mereka disuruh oleh para senior melakukan ini itu tanpa ada tujuan yang jelas, jika melawan diberi hukuman baik secara fisik ataupun psikis. Bahkan ada kasus dibeberapa tempat MOS/OSPEK merenggut nyawa seseorang. Kalau bukan ‘budak’ nama apa yang tepat menggambarkan realitas tersebut? apakah para pelajar lugu? Dihukum, disuruh, dipermalukan, tapi tiada perlawanan apa masih pantas disebut sebagai ‘pelajar’? bukankah pelajar orang yang akan belajar mendapatkan pengetahuan dalam kehidupan, apa seperti inikah pengetahuan yang akan didapatkan para pelajar sang penerus bangsa? Pendidikan yang mengajarkan bagaimana memperlakukan manusia yang lemah dengan tindakan yang tidak memanusiakan .
Lalu, apa sebenarnya hakikat dari MOS ataupun OSPEK sendiri? Dalam dua kata tersebut yang menjadi titik tekan terdapat pada kata orientasi, dalam KBBI Orientasi berarti 1. Peninjauan untuk menentukan sikap ( arah, tempat dsb ) yang tepat dan benar ; 2. Pandangan yang mendasari pikiran, perhatian atau kecenderungan. Sehingga dapat diartikan Masa Orientasi Siswa / MOS dan Orientasi Studi dan Pengenalan Kampus / OSPEK adalah kegiatan dimana para pelajar baru diarahkan pada tempat belajar yang baru agar mereka nanti dapat beradaptasi untuk proses belajar nanti. Baik adaptasi lingkungan pergaulan ( teman, guru ), adaptasi pelajaran yang sebelumnya mereka tidak mendapatkan/lebih mendalami suatu mata pelajaran atau mata kuliah.
Seharusnya kegiatan MOS ataupun OSPEK dirancang agar membentuk para generasi penerus bangsa yang bermental tangguh dan juara sesungguhnya, kompetitif dalam meraih prestasi yang setinggi-tingginya. Bukan bermental tempe yang hanya berani kepada yang lemah, menggunakan cara-cara kekerasan agar bisa tunduk terhadap perintah.
Ini juga membutuhkan peran dari semua elemen pendidikan Indonesia. Baik dari lembaga yang terdiri dari fasilitas yang menunjang kemampuan peserta didiknya, tenaga pendidik dan tata tertib yang diberlakukan. Dari pihak pemerintah yang terdiri dari para menteri, kurikulum, sistem kontrol. Dan juga dari pihak masyarakat sendiri. Tak akan ada perubahan jika yang menginginkan hanya masyarakatnya saja jika dari lembaga ataupun pemerinta tidak membuat suatu sistem dalam membentuk wajah pendidikan Indonesia. Dan begitu pula sebaliknya, pemerintah ataupun lembaga meskipun membuat sistem itu sedemikian rupa baiknya akan percuma saja jika masyarakatnya sendiri tidak ada kesadaran untuk menjalankannya.
Sehingga seperti apa wajah pendidikan Indonesia kedepan nantinya? Semua elemen turut serta menjalankan peran sertanya dengan baik dan benar. Dan renungkanlah sejenak, apa peran kamu kedepan dalam membentuk wajah pendidikan dinegara ini. Sebagai pengamat, penonton atau bahkan pelaku yang turut andil mengubah wajah kearah yang lebih baik lagi? Pilihan itu ada ditanganmu sendiri
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H