Ini sudah sekitar 13 hari, saya tidak bertemu dengannya. Tapi tidak sedikit pun rasa rindu yang saya rasakan kepadanya, Bapak saya. Sudah sejak lama, saya menyadari, ikatan batin antara saya dan bapak, tidak terlalu kuat. Saya tidak pernah benar-benar merasa membutuhkannya. Selalu saja, orang pertama yang akan saya cari saat saya butuh, adalah ibu saya. Mungkin karna saya merasa, bapak adalah orang yg terlalu kaku, kolot dan keras kepala. Dia tidak pernah mengurus sekolah saya, mengantar saya, atau memanjakan saya. Saya ingat sekali, bagaimana dulu harus belajar keras waktu SD sampai diancam dipukul pakai koran, agar bisa mengerjakan PR dengan benar, tetapi saya mendapat ranking 1 di kelas selama 6 tahun berturut-turut, ekspresinya hanya biasa saja. Seolah-olah itu memang sudah menjadi kewajiban saya. Padahal melihat teman-teman saya, yang mendapat banyak hadiah, padahal hanya karna berhasil naik kelas, membuat saya miris. Atau ketika melihat sepupu saya dan teman-teman saya bisa bergelayut manja di pundak ayah mereka, saya hanya menelan ludah saja. Karna saya tidak pernah melakukannya dengan Bapak. Sebenarnya, ada 3 peristiwa, yang samar-samar masih membekas di ingatan saya, yang kadang membuat saya berpikir, mungkin perkiraan saya salah. Mungkin sebenarnya Bapak mencintai saya, seperti Bapak2 yg lain pada anaknya. Peristiwa pertama waktu Saya msh sangaaaaaatttt keciiillllllllllll, bahkan saya sendiri heran, kenapa saya msh mampu mengingatnya walaupun samar. Mungkin karna momen ini sangat membekas. Waktu itu kami sekeluarga (saat itu baru ada Bapak, Ibu dan saya) baru saja pulang dari menonton layar tancap. Saya merasa sangat mengantuk, sehingga tidak sanggup lagi untuk berjalan kaki sendiri, dan saya ingat, Bapak menggemblok saya sampai rumah, sambil tangan saya memegangi setangkup kacang rebus. Kemudian saat saya menderita tumor jinak dimata saya yang mengharuskan saya operasi di mata kanan saya saat kelas 2 SD, Bapak setiap subuh setiap hari selama seminggu menjelang operasi, membangunkan dan membawa saya ke RS untuk kontrol, lalu menggendong saya di ruang operasi saat saya menangis meraung-meraung karna ketakutan melihat meja operasi. Dan terakhir, ketika saya teler ga karuan *lagi2 karna penyakitan :p, alias nyaris pingsan saking lemesnya saat terserang penyakit typhus dan DBD sekaligus. Saya yang saat itu sudah kuliah tingkat akhir, berumur sekitar 21 tahun *masih mudaaaaaaa,,,:D, kembali tidak sanggup berjalan, sampai-sampai bapak harus menggemblok saya yang sudah bangkotan,hahahaa... Semua peristiwa itu, sangat membekas, di ingatan saya. Walaupun kadang-kadang bisa begitu saja hilang saat saya tengah bersilang pendapat dan kesal setengah mati padanya. Saya ingat sekali, saat dia berulang tahun, saya membawakannya sekotak birthday cake, dan dia hanya sekilas saja melihatnya, tanpa ucapan terimakasih sama sekali. Walaupun pada akhirnya mau juga memotong-motongnya karna dipaksa ibu. Rasanya sakit sekali. Tidak jarang saya berpikir, tidak bisakah dia bersikap seperti bapak2 yg lain, yg begitu dekat dengan anak2nya. Ataukah memang seperti ini cara dia menyayangi anak2nya. Karna seingat saya, tidak pernah dari kami (saya dan adik2) yang benar-benar dekat atau sering bermanja-manja dengannya. Atau saya yang melewatkan banyak momen karna sudah sibuk dengan dunia saya. Dalam seminggu, bisa-bisa saya hanya bicara 2-3 patah kata saja saat bertemu, karna tidak tahu harus membicarakan apa. Tapi saya yakin saya memang benar keturunannya, karna sifat keras kepalanya memang benar saya warisi,,:p. Saya memiliki seorang sahabat, yg sudah tidak memiliki ayah. Dan di saat momen hari raya seperti ini, sepertinya dia sangat bersedih karna tidak bisa bermaafan dengan ayahnya. Rasanya, saya sedikit bisa merasakan kepedihannya, dan tiba2 saya ketakutan, karna saya yakin, saya tidak akan sanggup mengalaminya. Bahkan walaupun saya merasa tidak terlalu mencintainya, didasar lubuk hati saya, saya tahu, saya tidak akan sanggup kehilangan dia, bapak saya. Bahkan walaupun saya tidak rindu dan tidak bertemu dengannya di hari fitri ini, saya sudah meminta maaf meskipun dengan bahasa yg sangat kaku yg saya sampaikan lewat telepon. Dan saya tahu, dibalik semua hal yang dia lakukan pada saya, ada peran2 yang dia jalankan melalui tangan ibu saya. Bapak. Minal Aidin Wal Faidzin, Maafin Ai ya. Setelah hampir 26 tahun, tidak pernah sekalipun membahagiakanmu, kenapa msh menuntut untuk mendapat sedikit cinta darimu. Suatu hari, doakan. Ai akan membahagiakanmu. just take care.. Lebaran, 1432 H [caption id="attachment_127732" align="alignright" width="491" caption="Saya menyayangimu dengan cara saya sendiri duhai Pria Tua"][/caption]
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H