Lastri tengah menunggu kedatangan Rangga yang masih berada di kantornya, saat jam dinding pendulum di kamarnya yang remang, telah menunjukkan pukul sepuluh malam. Seperti biasanya. Sunyi senyap dan dinginnya malam menyelinap masuk dari celah pintu dan jendela kamar, menuju pori-pori kulit Lastri.
“Aku akan menikah dengan Rangga, bulan depan...”
“Baiklah.. itu pilihanmu, Las.. tapi, aku akan selalu menunggumu untuk sebuah masa.. saat keberuntungan memihak padaku.. entah itu kapan..”
Lastri kembali memutar kaset lama memorinya. Sosok Roy, tiba-tiba saja muncul dengan jelas di benaknya.
Lama, Lastri terpekur sendirian di ranjangnya. Lalu, dengan rasa kantuk yang tidak sama sekali menyergapnya, Lastri bangkit menuju sebuah meja tulis yang terletak tak jauh dari daun pintu kaca yang menuju balkon kamarnya. Di meja itu, Lastri banyak meluangkan waktunya, dari pagi hari setelah Rangga berangkat kerja hingga sore hari. Entah itu menulis ataupun membaca. Di atas meja itu, terdapat sebuah lampu meja tak menyala yang berdiri tegak, beberapa buku yang terjajar rapi, serta sebuah tas kain segiempat bermotifkan batik yogya, khas kota asalnya. Lastri menyentuh tombol pada lampu dan menyalakannya, serta meraih tas kain dan kemudian mengeluarkan isinya. Sebuah laptop miliknya kini berada di tangan.
Lastri duduk di kursi meja tulisnya, dan mulai menyalakan benda elektronik yang dikeluarkannya tadi. Tak lama, muncul tanda di layar datar laptopnya. Mengisyaratkan setiap menu program aplikasi yang tersedia didalamnya sudah siap untuk difungsikan. Perlahan, jarinya merayap dan mencari sebuah folder bernama “cleo” dari sekian banyak folder disana. Setelah menemukannya, dia mengkliknya. Lalu, muncul perintah baginya untuk memasukkan kata kunci. Folder itu memang sengaja dikunci olehnya. Seketika folder itu terbuka, setelah Lastri mengetikan sebuah kata kunci. Tak menunggu lama, di layar laptopnya telah muncul beberapa dokumen foto.
Beberapa foto itu diantaranya adalah foto kenangan bersama kedua orangtuanya dan adik-adiknya. Sementara beberapa yang lain adalah foto Lastri bersama sahabat-sahabat karibnya. Lastri tersenyum saat mengingat kembali orang-orang terdekatnya itu. Ah, aku merindukan kalian.
Sejurus kemudian, matanya tertuju pada sebuah foto lucu. Seekor kucing. Kucing putih bermata hijau dengan bulu halusnya yang lebat. Mimik wajahnya amat menggemaskan. Hewan itu merebah manja di pangkuan Lastri. Tak hanya dia bersama kucingnya, ada sosok lain pula dalam foto itu. Seorang perempuan paruh baya yang tengah duduk disampingnya, beserta seorang lelaki berwajah teduh yang berdiri di belakang mereka berdua. Hatinya berdesir seketika. Apa kau masih menungguku Roy?.
Sengaja, Lastri membuka folder pribadinya itu untuk melihat foto manisnya bersama Roy dan ibundanya. Sebetulnya, Lastri sudah lama ingin menghapusnya, semenjak ia tiba di rumah barunya bersama Rangga. Namun, entah kenapa, saat itu dia belum sanggup untuk melenyapkannya.
Cukup lama Lastri memandangi foto yang melukiskan indahnya kebersamaan mereka bertiga. Namun, dia bergegas menutup foto itu. Sejenak kemudian, perhatiannya teralih pada sebuah menu program lainnya. Dia membukanya. Kini, pandangannya telah tertuju pada kotak inbox email pribadinya. Kosong. Lastri terdiam. Perlahan, jemarinya mulai bergerak lincah menuliskan sesuatu pada ruang-ruang kosong yang tampil di layar laptopnya. Kemudian, dia mengklik tombol send yang tertera di sana.