Pertumbuhan ekonomi adalah suatu keadaan adanya peningkatan pendapatan yang terjadi karena peningkatan produksi barang dan jasa. Adanya peningkatan pendapatan tidak berkaitan dengan peningkatan jumlah penduduk dan bisa dinilai dari peningkatan output, teknologi yang makin berkembang, dan inovasi pada bidang sosial.
Untuk mengetahui bagaimana kondisi pertumbuhan ekonomi Indonesia, mari kilas balik lima tahun terakhir kondisi pertumbuhan ekonomi Indonesia. Kondisi pertumbuhan ekonomi Indonesia selama 5 tahun terakhir ini mendapatkan kinerja positif. Dari yang semula tumbuh kisaran 4 % , kini sudah naik 5 %.
Prestasi tersebut, dikarenakan pertumbuhan ekonomi Indonesia tidak terlalu bergantung dengan ekspor dan impor, sehingga ketika ekonomi global terjadi penurunan, maka tidak terjadi pengaruh yang berlebihan pada perekonomian Indonesia. Namun, kinerja pertumbuhan ekonomi selama 5 tahun terakhir ini masih berada di bawah pemerintahan Susilo Bambang Yudoyono yang pada saat itu mampu mencapai 6 %.
Di tangan Jokowi-JK pertumbuhan ekonomi terbilang cukup stabil. Jika dibanding target yang ditetapkan dalam RPJMN atau APBN, hasilnya memang agak kurang mentereng. Pada tahun 2015, ekonomi Indonesia hanya bertumbuh 4,88 %, meleset sekira 0, 82 % dibanding target APBN dan tergelincir 0,92 dibanding RPJMN. Lalu tumbuh 5,02 % pada 2016, meleset tipis 0,12 dibanding APBN dan 1,8 % dibanding RPJMN.
Pemerintah berhasil menorehkan pertumbuhan ekonomi nasional pada 2017 sebesar 5, 06 %, yang berarti meleset sekira 0,16 dibanding APBN dan 2,06 dibanding RPJMN. Sekalipun demikian, secara komparatif torehan pemerintah masih sangat gemilang. Untuk melengkapi itu, pemerintah masih memerlukan terobosan lain, terutama terkait angka pertumbuhan yang lebih progresif dan kualitas pertumbuhan itu sendiri.
Memang angka tersebut masih dibilang angka yang rendah dibandingkan pada masa pemerintahan Soeharto yang mampu tembus 10%, sehingga pada masa itu Indonesia disebut sebagai salah satu macan asia. Namun prestasi tersebut lebih baik dibandingkan dengan kondisi perekonomian Indonesia pada tahun 1998 yang mengalami kejatuhan. Saat itu inflasi meroket drastis 80 % dengan pertumbuhan ekonominya minus 13,8 %.
Harga-harga barang melambung drastis. Utang luar negeri Indonesia mencapai 138 miliar dollar AS, dimana 72,5 dollar diantaranya merupakan utang swasta. Hal ini membuat nilai tukar rupiah turun. Resesi ekonomi ini berlangsung pada tahun 1998 hingga bulan Juni setelah adanya perjanjian antara B.J Habibi dengan IMF.
Perjanjian tersebut ditandai dengan adanya pemulihan ekonomi dalam waktu beberapa bulan. Terbukti dengan nilai tukar rupiah kembali menguat dan inflasi membaik secara drastis. Hal tersebut menjadikan saham-saham, di Bursa Efek Indonesia mulai bangkit dan hidup kembali menjelang akhir tahun.
Kemudian bagaimana kondisi pertumbuhan ekonomi Indonesia di tangan wakil presiden baru? Yakni Bapak Haji Maaruf Amin. Memasuki pemerintahan Jokowi dan Maaruf Amin, kondisi pertumbuhan ekonomi pada kuartal IV 2019 tumbuh 4,97 % (y-on-y).
Dari sisi produksi, pertumbuhan didorong oleh semua lapangan usaha, dengan pertumbuhan tertinggi dicapai Lapangan Usaha Jasa Lainnya sebesar 10,78 %. Dari sisi pengeluaran, pertumbuhan tertinggi dicapai oleh Komponen Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga (PK-RT) sebesar 4,97 %.
Kondisi pertumbuhan ekonomi di akhir tahun 2019 tidak begitu disayangkan, karena berdasarkan pengamat ekonomi, kondisi tersebut sudah cukup baik. Namun, pada akhir tahun 2019 merupakan awal mula ditemukan kasus Covid-19, dimana kasus awal terjadi di Wuhan, China. Semua stasiun televisi menayangkan berita yang sama mengenai kasus Covid-19.