Lihat ke Halaman Asli

Bejo dan Saya

Diperbarui: 26 Juni 2015   10:34

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pemerintahan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Bule, begitu ia dinamai karena matanya yang berwarna biru terang. Kini bule sudah berubah nama menjadi Bejo karena seiring dirinya bertambah besar, matanya bertambah gelap. Suatu hal yang aneh menurut saya, namun mungkin hal itu biasa terjadi...saya pun tak tahu, tapi dia sehat-sehat saja sejauh ini.

Sebelumnya Bule, Zorro dan Bantet adalah tiga saudara yang tersisa dari ke delapan anak anjing yang dilahirkan dari induk betina yang bercorak hitam putih. Mereka adalah kesayangan komplek ruko mambo karena semua orang gemas melihat anak-anak anjing tersebut.

Seiring berjalannya waktu, mereka tumbuh besar dan makin nakal. Tenaganya pun makin kuat dan gigi serta kuku mereka makin tajam. Bule dan Zorro adalah dua anak anjing paling aktif, mungkin karena bantet sedikit kelebihan berat badan sehingga ia sulit untuk menjadi gesit.

Namun suatu ketika, saya hanya menemukan Bule dan Bantet yang berada disekeliling komplek. Kemana Zorro yang nakal namun lucu itu?

Ibu saya yang tadinya tidak suka anjing bisa juga tergugah ketika bercerita tentang Zorro.  Suatu hari, siang hari bolong, ujarnya. Seorang penjaga ruko mambo sehabis mabuk merasa lapar rupanya, lalu ia memesan semangkuk Bakso. Ketika ia lengah sebutir Baksonya dicuri oleh si nakal Zorro. Anjing tersebut pun dikejarnya, setelah didapat lalu ia pukuli, tendangi, mirip seperti masa menghajar seorang maling hingga mati, namun anjing punya insting pertahanan diri yang kuat, dengan insting melawan yang dipunyainya, Zoro menggigit tuannya yang memukulinya dengan membabi buta. Namun manusia memang selalu punya tenaga yang luar biasa ketika marah, maka itu mereka pun bisa membunuh tanpa sengaja. Setelah digigit, tuannya yang marah itu kemudian mengangkat tubuh Zorro yang belum lagi genap berusia 4 bulan lalu dilempar dengan keras ke sungai di samping ruko.

Menurut pengakuan Ibu saya, ia melihat anjing tersebut masih hidup dan berhasil naik kembali, namun ia terlihat kurang yakin saat mengatakannya. Saya pikir itu khayalan yang menciptakan fatamorgana sehingga menciptakan visualisasi tertentu dari matanya. Mungkin Ibu saya mengalami fatamorgana karena saya tidak bisa menemukan Zorro di mana pun. Entah dia berhasil naik, atau mati terbawa arus sungai yang tenang namun dalam. Yang pasti Zorro tidak pernah kembali.

Kini hanya tersisa dua anak anjing beserta induk mereka, berlarian mengusir sedih kehilangan saudara mereka yang satu lagi. Bantet dan Bule. Bantet memang berbeda dari saudaranya karena dia adalah anak anjing yang dipungut karena induknya yang suka menggigit orang akhirnya dimasak di rumah makan lapo terdekat, dijual dengan harga tiga puluh lima ribu rupiah. Bantet menyusu dan diperlakukan sama seperti anak-anak asli oleh sang Ibu angkat.

Bantet yang masih saja gendut namun lincah, senang sekali tidur-tiduran setelah makan, namun sedikit takut entah kenapa jika ingin dipegang. Ia selalu menunggu saudara si bule berakrab dulu dengan orang tersebut lalu barulah ia mendekat. Ketika itu saya sampai Cibinong malam-malam. Bermain dengan Bantet dan Bule sebelum menemukan anjing itu gelisah karena dikejar-kejar orang-orang yang mabuk.

"Kenapa itu dia dikejar-kejar?" tanya saya kepada pemilik warung yang juga sayang pada anak-anak anjing ini.

"Tau tuh, iseng banget..." jawabnya dengan bersungut-sungut.

Hari itu adalah hari terakhir saya melihat Bantet. Karena ketika dua minggu ke depan saya kembali lagi, dia telah mati. Mati diracun. Begitulah Bantet mati tanpa ada tangis, hanya menjalani hidup dan mati, lalu hidup yang lain akan terus berjalan sebagaimana mestinya terus berjalan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline