Lihat ke Halaman Asli

FYI: We Are Solmet

Diperbarui: 26 Juni 2015   02:07

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Sembilan puluh menit sudah aku menunggu, duduk di restoran masakan Indonesia itu, tapi Ia tak kunjung datang. Janjinya, Ia akan mentraktirku hari ini.

Sepiring batagor dan segelas jus alpukat sudah kuhabiskan, memang saat itu kebetulan aku sedang lapar.

“mbak, minta mi ayam sama es teh manis boleh?” kataku pada sang pramusaji yang kemudian terlihat sedikit heran.

“jangan bingung mbak, saya kalau lagi kesel bawaannya laperr” ujarku.

Seketika pramusaji itu tersenyum dan pergi menyiapkan pesananku, entah apa yang ada dipikirannya.

Setengah mangkok mi ayam sudah ku lahap, ketika ku lihat seorang laki-laki gempal datang dengan tergopoh-gopoh.

“maaf ya dek udah tunggu lama, aku kejebak jadwal bis trans-nya. Keberangkatannya jam lima”

Aku diam tak bersuara, ku lanjutkan melahap mi ayam ku. Tiga menit kemudian,

“dek bentar yah, aku taro berkas ini dulu ke kantor, gedungnya di sebelah mall ini, sekalian ambil tas aku masih disana. Janji, gak lebih dari 15 menit”

Tanpa menunggu jawaban dariku, mas Igun pergi begitu saja.

Lagi-lagi aku dibuat kesal, tapi apa daya, aku tak berani pulang sendiri. Aku baru pertamakali dating ke mall itu. Waktu itu rute angkot ke rumah ku beda arah dengan angkot yang ku tumpangi sewaktu berangkat.

Berapa menit kemudian,dia kembali.

Aku melangkahkan kakiku ke kasir dan membayarsemua makanan ku.

“eh, biar aku aja yang bayar dek, kan aku janji traktir kamu” katanya.

Tapi Ia kalah cepat, aku sudah menyelesaikannya.

Ku langkahkan kakiku ke luar restoran, mencari jalan keluar dari mall itu.

“kita mau kemana dek, pulang?”

“iyah” jawabku singkat.

“tapi kan aku belum makan, aku laper..”

Aku terus melangkah tanpa memperdulikannya.

“lewat sini dek, pintu timur, kalau mau langsung naik angkot.”

Upss.. akhirnya aku menurut, karena memang aku tak tahu jalannya.

Perjalanan pulang malam itu, mengharuskan kami tiga kali naik angkot.Di angkot pertama, aku diam tanpa kata. Mas Igun sesekali menjawab pesan singkat di telepon genggamnya. Aku juga tidak tahu dari siapa, mungkin rekan kerjanya. Karena sebelumnya Ia pernah memberitahuku, bahwa Ia sedang tidak memiliki kekasih.

Ahh.. aku suntuk sekali, ku kira hari itu akan diakhiri dengan keceriaan, tapi malah sebaliknya.

Ketika turun dari angkot pertama, dan akan menaiki angkot berikutnya, Mas Igun menggandeng tangan ku, dan ku biarkan, memang suasana di jalan itu ramai sekali juga letak angkot yang tak beraturan. Ia membimbingku menaiki angkot ke dua.

Pukul 7.10 malam, dan perjalanan kami belum separuhnya.

“dek kamu marah ya..? kan aku udah minta maaf. Turun angkot ini kita makan dulu ya, aku laper..”mulainya.

“aku capek, aku mau pulang..” balasku.

Setelah itu, keheningan kembali menyelimuti kami, mungkin rasa capek yang ku rasakan ada dalam hati, bukan fisik ku.

Sampai saatnya kami berganti angkot. Nah, disini aku sudah menguasai lokasi, aku sangat tahu sekali daerahnya.Mas Igun kembali menggandeng tanganku untuk menyebrangi perempatan itu, tapi kali ini aku menarik tanganku.Aku berjalan mendahuluinya, tetapi aku tidak segera menaiki angkot berikutnya.

“dek kok jalan terus..? ayo naik, itu angkotnya..” mas Igun sedikit berteriak diantara kebisingan.

“gak, aku mau jalan, mas aja sana yang naik angkot” seloroh ku.

“ya udah, kita makan aja yuk.. kan aku belum jadi traktir kamu”

Aku tetap melanjutkan perjalanan ku tanpa memberinya jawaban.

Aku tahu mas kamu capek…

Kamu juga lapar,

silahkan naik angkot dan pulang ke rumahmu,

aku masih ingin jalan,

biarkan aku sendiri,,

mencairkan amarahku sendiri,,,

Kurang lebih lima kilometer kami berjalan, akhirnya tiba di rumahku. Mamaku yang menyambut kedatangan kami.

“mah, bilangin mas Igun yah, suruh langsung pulang, aku udah ngantuk” pintaku.

“lho, kenapa? Gak disuruh masuk dulu? Itu mama masak sayur daun singkong, kalian makan aja dulu..”

“terserah mamah aja deh, tapi aku gak mau makan” aku langsung nyelonong naik kekamarku dan beranjak mandi.

“memang ada apa sih Gun? Ayu ngambek yah? Sini masuk, kamu makan dulu aja..” cecar mama pada mas Igun.

“oh, enggak kok bu, mungkin dia capek, biar aja istirahat, saya mau langsung pulang bu, sudah malam, nanti saya makan dirumah aja..”

“permisi bu, assalamu’alaikum..” pamit mas Igun.

Ahhh… ku rebahkan tubuhku ke kasur setelah mandi dan berganti pakaian. Kuhempaskan rasa lelahku, lelah hatiku hari itu.

“dek makan dulu, sini turun makan..” teriak si mama.

“aku gak makan ma, aku udah kenyang.. maaf ya ma.. makasih,” balasku.

Aku menemukan sebatang coklat dalam laci, kulanjutkan lamunanku sambil menikmati coklat itu.

Ku bayangkan jika hari ini akan menjadi hari yang menyenangkan, kita bisa bertukar cerita sambil duduk-duduk menikmati sejuknya taman di sekitar Lippo, bercanda, tertawa dan saling mencubit.

Mas, andai kamu tahu, banyak sekali yang ingin kubagi denganmu. Cerita-ceritaku tak kan pernah habis untukmu. Kamu yang banyak tahu tentang aku, siap sedia menerima segala rupa curhat ku, menyemangatiku dan memanjakan ku.

“Mas Igun, telepon aku besok ya, tidak malam ini, besok aku tak ada kuliah” Ku kirim pesan singkat untuknya.

Hmmm… aku tak mau lagi menunggu, biar dia yang menjemputku di rumah esok. Sudah banyak persediaan ceritaku untuknya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H



BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline