Lihat ke Halaman Asli

Kepala Daerah Ini Berantas Penyakit Masyarakat dengan Menutup Lokalisasi

Diperbarui: 19 April 2016   12:16

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dunia malam adalah aktivitas yang ada saat malam tiba. Hiburan malam, tempat hiburan, dan para penikmatnya adalah satu paket pengisi dunia malam. Malam hari adalah milik mereka yang mencari kesenangan duniawi. Waktunya untuk bersantai dan menikmati hidup. Misalnya saja bersuka ria di berbagai klab malam, kafe, diskotik, karaoke atau pusat hiburan lainnya.

Globalisasi dan perkembangan teknologi menyebabkan industri wisata dan hiburan malam berkembang pesat di berbagai daerah di Indonesia. Hal ini terbukti dengan banyaknya tempat-tempat hiburan yang ada di kota ini, Mulai dari café, club, diskotik, dan tempat karouke. Tak dapat dipungkiri kota-kota besar di Indonesia tak pernah sepi dari kunjungan turis domestik dan mancanegara. Inilah yang membawa arus pembaharan budaya Asing di kota ini, selain budaya orang-orang metropolitan yang telah terkontaminasi. Bagi orang-orang yang telah terbawa arus budaya barat ini, dunia malam bukanlah suatu aktifitas yang tabu bagi mereka. Bahkan hal ini telah menjadi suatu konsumsi diri. Orang-orang ini disebut sebagai penikmat dunia malam. Dari dunia malam inilah muncul sebuah trend yang disebut dugem (dunia gemerlap).

Dugem adalah istilah gaul yang berasal dari singkatan dua kata: dunia gemerlap. Istilah ini menjadi sangat terkenal di Indonesia seiring dengan kebutuhan para eksmud (eksekutif muda) untuk menyeimbangkan diri dari tumpukan emosi dan rutinitas pekerjaan seminggu di kantor dan bisnis yang dikelolanya sendiri. Berdugem-ria dengan menikmati suasana diskotik, cafe, bar atau lounge yang menghadirkan musik dengan bit yang kuat, cepat dengan volume yang keras yang merangsang badan ikut ‘shake n movin’ (berdisko) dan bergoyang semalaman bisa membuat orang merasa rileks dan bisa menghilangkan kepenatan di otak. Hal inilah yang membuat para penikmatnya  tak dapat terlepas dari dugem dan menjadikannya sebagai gaya hidup mereka.

Tidak lah mengherankan jika Dugem telah menjadi program rutin bagi penikmat dunia malam, maka mereka rela mengalokasikan dana khusus untuk hal yang mereka sebut ‘memanjakan diri menghilangkan penat’ itu. Hanya dengan modal Rp.100.000 – Rp.250.000 sudah dapat menikmati kehidupan layaknya orang barat. Clubber adalah sebutan bagi para penikmat hiburan malam ini.

[caption caption="Sumber foto: vivanews.co.id"][/caption]Selain dugem, tempat hiburan malam biasanya juga menyajikan jasa seks untuk para lelaki. Oleh karena itu tempat hiburan malam kerap dianggap sebagai penyakit masyarakat karena ada praktek prostitusi di dalamnya. Makanya, di berbagai daerah, tempat lokalisasi ditutup karena bisa berdampak buruk bagi masyarakat terutama pemuda yang seharusnya menjadi tulang punggung bangsa. contohnya kita bisa lihat Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini yang menutup lokalisasi terbesar di Jawa Timur yaitu Gang Dolly, Gubernur DKI Jakarta Ahok yang meratakan lokalisasi di Jakarta Utara Kalijodo, dan Wali Kota Makassar Danny Pomanto yang akan menyulap tempat hiburan malam menjadi daerah wisata kuliner.

Bahkan Danny Pomanto bertekad akan mempercepat pembangunan kawasan wisata tersebut dengan membuat desainnya dengan tangannya sendiri. Maklum, pria berusia 52 tahun ini adalah seorang arsitek handal yang kehebatannya diakui oleh dunia internasional. Menurutnya, kawasan kuliner tersebut nantinya akan menjadi pusat kuliner terbesar di Makassar dengan menyajikan makanan-makanan khas “Kota Daeng” ini seperti Coto Makassar, Pallubasa dan lain sebagainya.

Ketiga kepala daerah di atas adalah orang-orang yang peduli akan nasib bangsa ke depan. Lokalisasi dan tempat hiburan malam kerap merusak anak-anak muda Indonesia karena sering mabuk-mabukan, memakai narkoba, dan seks bebas. Diharapkan dengan makin banyaknya lokalisasi ditutup maka masa depan para pemuda bisa kembali cerah.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline