Lihat ke Halaman Asli

(HUT RTC) Duduk, Berjalan dan Berlari

Diperbarui: 4 Maret 2016   15:33

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Kupercepat langkahku.
Untuk membeli kain putih pesanan ibu
padahal kemarin aku disuruhnya

Hampir menabrakku, pak polisi bergegas menuju jalan-raya
Ada orang tertabrak truk.

Pemahat kayu sedang duduk bersila
Kuhampiri sejenak dan bertanya
Andakah yang membuat ini?
Sekilas anggukan sederhana yang kutangkap

Kuperhatikan dia seperti sedang memperhatikanku
layaknya dihipnotis, aku duduk disampingnya

Mataku menerawang kepahatan nama yang ada
Kutunjukkan satu nama yang kukenal,
dia hanya menunjuk tikungan jalan dan berkata besok pagi

Selang waktu selanjutnya penuh dengan kebisuan
Hingga terpecahkan dengan bunyi kantong kresek
ambillah,
Sudah selesai kemarin,
Tapi sesuai perintah, harus kuserahkan sekarang

kuambil lalu berjalan menuju tikungan yang dia tunjuk

Sampai setengah jalan,
Aku berbalik arah mencari sipemahat
Tapi tak ada

Kuberlari menuju rumah
Aku terseok,
Sampai rumah ibuku tak ada

Kuberlari lagi ke tikungan tadi dan berhenti di kuburan
Sangat cepat, bahkan sampai hidungku bersimbah darah
Hening dan sunyi tak ada apa-apa disana

Kukembali ke jalan-raya,
kulihat polisi tadi sedang menutup badanku yang tergeletak bersimbah darah
ada ibu memeluk adikku yang sedang memeluk bonekanya
Sambil menangis, Ibu berkata
Coba kemarin kamu beli kain putih ini, nak!
Mungkin tak ada truk yang lewat melindas

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline