Saat ini Prabowo Subianto telah menjelma menjadi "Simbol"perlawanan terhadap ketidak adilan,kecurangan dan penindasan terhadap Rakyat dan Daulat Rakyat.
Artinya ketika Prabowo Subianto memberikan "perlawanan"terhadap ketidak adilan dan kecurangan yang dialaminya ,sesungguhnya yang bersangkutan sedang mewakili suasana kebatinan rakyat secara umum,terkhusus rakyat yang merasa kedaulatannya telah "dirampas" oleh Pilpres yang dirasakannya telah terjadi kecurangan yang terstruktur,sistemik dan massive.
Pada titik inilah "perlawanan"Prabowo Subianto mempunyai makna tersendiri dan tidak bisa dipandang sebelah mata.
Memang betul Prabowo Subianto telah menyerukan untuk menempuh jalur damai,tanpa kekerasan dan tanpa pertikaian .
Tapi siapa yang bisa menjamin??,tidak semua orang bisa berlaku seperti Prabowo Subianto yang welas asih,penyabar,pemaaf dan anti kekerasan.
Kondisi rakyat yang sebagian demikian(kurang sabar,marah karena merasa dicurangi dsb) seharusnya bisa diantisipasi semua pihak.
Ingat pada peristiwa konsert musik,acara sepak bola dsb bisa terjadi "rusuh massal",apalagi soal kecurangan Pilpres yang patut diduga telah merugikan pihak Prabowo-Sandi.
Kalau kemudian tokoh sekaliber Amin Rais bicara tentang People Power,jangan diartikan bahwa ybs sedang "mengancam",lebih tepat ybs memberi semacam"peringatan" berdasarkan suara dilapangan yang beliau serap.
Intinya adalah demi menjaga situasi yang kondusif,aman,tentram sebaiknya DUA kubu peserta Pilpres 17-4-2019 bisa duduk bersama untuk mencari titik temu semacam win win solution.
Politik adalah seni "serba mungkin",tidak ada istilah "mustahil",sebab yang mustahil hanyalah kemustahilan itu sendiri.
Semoga berkah bulan Ramadan ini mampu menyadarkan para elite politik untuk lebih mengutamakan kepentingan bangsa dan Negara Indonesia dibandingkan kepentingan diri dan kelompoknya.Aamiin.