Lihat ke Halaman Asli

USMAN HERMAWAN

Belajar untuk menjadi bagian dari penyebar kebaikan

Tentang Si Piyu

Diperbarui: 21 September 2020   00:22

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

dok. pribadi

"Hajar Bleh, hajar!" seru seseorang mengomporinya setengah bergurau. Dia bergeming. Matanya nyalang. Emosinya meletup. "Haaaaah!" teriaknya keras. Kesabarannya nyaris hilang. Dia sangat murka . "Awas lu!" ancamnya.  Tangannya mengacungkan sepotong bambu.

Dua pemuda yang telah menendang-nendang barang dagangannya hingga berantakan, kabur memasuki keramaian pasar tanpa sempat dipentungnya.  Dia urung mengejarnya. Mulutnya yang dower bawaan terus menggerutu demi melampiaskan kekesalan.  Matanya yang berkaca-kaca digosok dengan punggung tangannya.

Ini kali kesekian kedua pemuda pengangguran itu berulah terhadapnya. Biasanya jika dinakali dia cenderung mewek atau minta dikasihani seraya mengingatkan bahwa dirinya anak yatim dan tidak boleh diganggu. Namun kini dia telah mempunyai keberanian untuk membela diri. 

Sesungguhnya ini adalah tanda bahwa dia telah mendewasa. Terbukti pula bahwa dia juga sudah bisa cari duit dengan cara berjualan, meskipun masih terkesan seperti bermain dagang-dagangan.  Itu suatu kemajuan berarti.

Pelan-pelan kekesalannya mereda. Dia sadar bahwa dia sedang berjualan, dagangannya harus terjual. Dia mengobral dagangannya, rata-rata dua ribu rupiah.  "Pete dua libu, kangkung dua libu, bayam dua libu, singkong dua libu!" Artikulasinya tak begitu jelas dan suaranya fals.

Seorang perempuan dewasa merapat ke lapaknya dan memilih-milih. "Yaaaaah, sudah pada peyot petenya."

"Mulah!"

"Murah sih murah...... Kangkung aja deh dua ikat."

Menerima dua lembar uang dua ribuan wajahnya sumeringah. Dikibas-kibaskannya uang itu ke dagangannya seraya mulutnya seperti merafal mantera. "Penglalis!

Dia mulai buka lapak di area sekitar pasar kompleks perumahan sejak dua pekan lalu.  Barang dagangannya diperoleh dari seorang saudaranya yang juga pedagang sayur-sayuran. Namun belakangan dengan uang yang dimilikinya dia telah berani memborong singkong di kebun milik warga.

Dari negosiasi harga, mencabutnya, hingga memasarkan dilakukannya sendiri. Kebanyakan pembeli dagangannya adalah orang-orang sekampung yang mengenalnya dengan baik. Sebagian dari mereka membeli dagangannya lebih karena kasihan dan menghargai kemauannya berikhtiar.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline