Lihat ke Halaman Asli

USMAN HERMAWAN

Belajar untuk menjadi bagian dari penyebar kebaikan

[Cerpen] Bisnis Kematian

Diperbarui: 20 Agustus 2020   15:11

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Usianya hampir genap lima puluh sembilan tahun. Akibat terjadi pengurangan karyawan Mustahal diberhentikan dari pekerjaannya di pabrik garmen. Uang pesangon tujuh puluh juta rupiah dibiarkannya tersimpan di bank. 

Sambil mencari-cari peluang usaha untuk sementara dia secara sukarela bekerja di masjid kampung sebagai marbut, tidak menerima upah. Bahkan dia bersedia merogoh kocek sendiri untuk sekadar membeli bahan dan alat kebersihan. Intinya dia hanya ingin punya kesibukan. Dia tidak hirau terhadap komentar orang yang bernada merendahkan.

Setelah berkali-kali melaksanakan salat istikharah barulah dia mendapatkan kemantapan hati untuk kemudian membuka usaha yang berhubungan dengan kematian. 

Selanjutnya mulailah dia menyiapkan kios di sayap kiri rumahnya dan berbelanja beragam barang yang biasa digunakan untuk kematian di kampungnya, seperti kain kafan, tikar pandan, kapur barus, setanggi, payung hitam, minyak wangi, dan lain-lain. Persediaan tersebut diperkirakan cukup untuk dua puluh paket kematian. Seperti biasa, dari tahun ke tahun, orang yang meninggal dunia  berkisar antara dua puluh sampai dua puluh lima orang.  

"Banyak amat, Pak?" tegur istrinya.

"Siapa tahu, besok atau lusa ada yang membutuhkan barang-barang ini. Yah, siapa tahu ..."

"Pak!"

"Maksudku, aku ingin usaha kita maju. Siapa tahu, bisa."

"Mudah-mudahan, Pak. Eh, berarti kita berharap ada orang yang meningal?"

"Janganlah sekali-sekali berharap dan berpikirbegitu, Bu.Semoga Allah memberikan rezeki  melalui usaha ini."

Istrinya mengangguk, paham.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline