Lihat ke Halaman Asli

USMAN HERMAWAN

Belajar untuk menjadi bagian dari penyebar kebaikan

[Cerpen] Sang Penenun

Diperbarui: 28 Juli 2018   23:40

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Salma ingin melupakan segala hal yang berkaitan dengan Hamid, lelaki yang telah mengingkari janjinya. Dia ingin meraih kebahagiaan-kebahagiaan kecil demi kelangsungan hidupnya ke depan. Dia sadar betul bahwa hidupnya harus terus berlangsung dan tak ada artinya meratapi penderitaan. Kali ini dia ingin ke luar rumah, salah satu pilihan adalah pergi ke pasar Sila, sebuah pasar kecamatan yang ramai setiap hari. Di sana ada beberapa rekannya yang berjualan. Namun tujuannya bukan untuk menemui mereka. Dia hanya ingin sekadar berjalan-jalan hitung-hitung berekreasi, sekalian membeli pangahabunga kesukaan ibunya. Belakangan dia baru ingat bahwa dia harus membeli benang merah untuk menyelesaikan tenunan tembe nggoli. Setelah mengaspal di jalan lintas provinsi benhur yang ditumpanginya berhenti di depan pasar. Keadaan pasar begitu ramai.  Maklumlah, ini tanggal merah.  

"Salma!" Seseorang memanggilnya dari belakang. Laki-laki.

Salma spontan menoleh. Ternyata Suradin baru saja tiba dengan hondanya. Seperti halnya Salma, Suradin pun tak menyangka dirinya akan bertemu di keramaian seperti itu.  Dua pasang mata beradu pandang. Kaduanya tak dapat menyembunyikan kegugupan sekaligus rasa rindu, rindu yang masih dikungkungi rasa tak enak hati dan malu-malu. Tentu saja ada cinta yang belum terkatakan di antara keduanya. Salma berusaha bersikap sewajarnya meski tak sepenuhnya berhasil. Baginya, perempuan tak elok berinisiatif memulai membicarakan hal yang menjurus kepada urusan perasaan.

"Kalau boleh, dalam waktu dekat, sebelum kembali berangkat ke Jakarta aku akan ke rumahmu. Orang tuamu ada di rumah, bukan?"

"Oh, Kalau mau ketemu pagi ini, mereka di sawah, nanti sore baru pulang. Ibuku ada di rumah. Untuk apa?"

"Ada yang ingin aku katakan kepada mereka."

"Soal apa?"

"Aku mau minta izin."

"Izin apa?"

"Izin agar aku diperkenankan menjadi pendamping hidup putrinya nanti."

Muka Salma seketika memerah. "Maksudmu?"

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline