(Cerita mini (cermin) buat anak gantengku yang berulang tahun tepat tanggal 5 November )
Oleh Usman D.Ganggang*)
Pagi amat cerah. Secerah hatiku saat ini. Apalagi sepoi angin datang terburu-buru menghaluskan rasaku demi mengingat serpihan kisah-kasih serta kasih-kisah kita yang telah dirajut manis dalam bingkai yang bernama kebersamaan itu. "Maksudnya Abah? Setidaknya anakku bertanya sesaat menikmati isi surat ini. Iya, apalagi kalau bukan, sebuah nyanyian harmonis di antara kejujuran dan tanggung jawab. Itulah komitmen yang sedang Abah cerna saat ini, meski cuma sebentar, tapi kebersamaan itu hadir kembali teringat ketika mentari pagi ini muncul di ufuk timur. Mencerahkan !
Aku ingat, komitmenmu tempo dulu, "Jangan ada dusta di antara kita Abah!"desismu saat itu. Abah paham, ini sebuah ungkapan manis yang jadi syair lagu dan dijadikan tophit beberapa tahun silam. Premis ini memberikan bukti, dalam kebersamaan itu, butuh jujur dan tanggung jawab penuh dengan apa yang telah diucapkan. Apalagi seminggu lalu, kau berpremis lagi,"Hidup itu Cuma sebentar, ngejomblo yang kelamaan". Haem, kamu sudah berdialek Jakarta. Intinya Abah sudah tangkap bahwa hidup harus diberi makna, karena seperti kata Chairil Anwar Sang Pelopor Angkatan '45,dan terkenal dengan julukan "Binatang Jalang itu,"Hidup hanya sekali, sesudah itu mati". Lalu yang kamu punya, "Hidup hanya sebentar,ngejomblonya yang kelamaan", sebuah premis manismu selalu kuingat anakku," Kamu hebat anakku!: batinku pagi ini.
Permenunganku akhirnya terbuyar setelah menerima telpon dari Jakarta. "Haem... ada apa?" batinku lagi. Sayang pertanyaanku belum dijawab. Lama kutunggu sapaannya.
" Assalamualaikum, Abah?" Suara itu manis terasa, suara khasmu yang kucatat juga.
" Wassalamualaikum, anandaku.
"Gimana kabar Abah?" tanyamu
"Alhamdulillah kabar baik, anakku! Sebaliknya, kamu, gimana?"
"Baik juga, Abah", jawabmu, kemudian HP-nya mati.
Sejenak angin lewat. Lalu, tiba-tiba telingaku terngiang-ngiang panjang. Kusebut namamu. Tapi ngiangan tersebut masih saja membentak-bentak telingaku. Sebentar jedah, angin sepoi lewat lagi. Bersamaan jedahan yang terakhir, non Annisa Dinar temanmu dulu yang katanya duduk sebangku di SMA, hadir dalam Facebookku.