(kepada kakak)
Saudara kita yang ditampilkan kali ini adalah Kiara yang bernama pena Kidung Sunyi. Dia adalah dara manis dari Tanjungpinang. Puisi-puisinya, senantiasa memanfaatkan majas sehingga penikmat tereret ke dalamnya. Majas-majasnya segar dan bermakna.
Harus diakui, para penyair selalu diberikan semacam sebuah izin (dalam sastra disebut “license puitica) untuk memanfaatkan gaya bahasa sesuai dengan idenya serta tujuannya. Karena itu, penyair yang satu pasti berbeda pemanfaatan gaya bahasanya dengan penyair yang lainnya. Tapi ada kesamaan persepsi, mereka berusaha memanfaatkan gaya bahasa demi menarik perhatian penikmat tetapi tidak berarti menghilangkan kejujuran serta kesopanan dalam menghadirkan diksi (pilihan kata) dalam puisinya.
Nah, bagaimana Kiara yang bernama pena Kidung Sunyi dalam puisinya? Ternyata dalam bait-bait puisinya senantiasa memanfaatkan gaya bahasa atau majas dalam puisinya. Pertanyaan yang sering mengganjal, adalah apa itu gaya bahasa atau majas? Dra.Maidar G.Arsyad dalam bukunya berjudul Kesusastraan II menyebutkan, gaya bahasa adalah cara mengatakan, mengungkapkan atau menggambarkan pikiran atau perasaan dengan mempergunakan bentuk – bentuk bahasa tertentu, sehingga yang diungkapkan itu menarik dan bersifat khas yang memperlihatkan jiwa dan keperibadian penulis/penyairnya.
Mencermati pengertian di atas, simpulan yang dapat ditarik adalah gaya bahasa itu sendiri merupakan bagian dari diksi dalam berkomunikasi terutama terkait dengan karya sastra puisi. Hal ini berarti, mempersoalkan tepat atau tidaknya pemakaian kata, frasa, klausa, dan kalimat untuk menggambarkan situasi tertentu dan maksud tertentu. Lalu terrkait dengan majas yang digunakan Saudara kita Kiara, haem... Kiara sebagai penyair ternyata memanfaatkan berbagai gaya bahasa . Di sana ada personifikasi. Yakni gaya bahasa kiasan yang menggambarkan benda – benda mati atau barang – barang yang tidak bernyawa seolah – olah memiliki sifat – sifat kemanusiaan. Personifikasi ini merupakan corak khusus dari metafora, yang mengiaskan benda mati: bertindak, berbuat, berbicara seperti manusia.
Mau bukti? Kita perhatikan majasnya berikut ini, antara lain : /mari merumahkan mimpi/pada celah mata cekung/ sepotong gelisah yang tunduh/ juga tungkai dingin dilipat doa//.Lalu pada bait ke empat: / ini liang-liang dadaku telah terbuka/ tidak jugakah ingin kau baca?/pada pulau keseribu/ ada nama kecemasan/ :ejalah repihnya//.
Lagi, penyairnya senantiasa perhatikan pemanfaatan gaya bahasa, untuk ‘menyeret’ penikmat dengan memperhatikan ciri-ciri majas yang baik, antara lain : di sana ada (1) kejujuran (hal – hal yang terkait dengan jujur seperti tidak bohong, berkata benar, tidak munafik); (2) ada sopan santun (terkait dengan toleransi; dan (3) menarik buat pembaca sehingga pembaca pada akhirnya, tertarik dan bahkan kalau bisa terseret ke dalamnya.
Bagaimana? Majas-majas yang digunakan penyairnya membantru penikmat untuk memahami apa pesan tersiratnya dalam puisi “AGAR KAU BACA’ (kepada kakak). Nah untuk memahami pesan tersebut, memang seharusnya para penikmat menelusuri makna tersirat dari majas-majas tersebut. OK? Silakan nikmati puisi Kiara berikut ini!
kau,
mari merumahkan mimpi
pada celah mata cekung
sepotong gelisah yang tunduh
juga tungkai dingin dilipat doa
kau masih membaca nasib itu?
pada rumah siput yang kehilangan tuan
alun bermulut basa-basi
kau tingkahi demikian ceria
sedang bapakku diam di antaranya
laut itu,
ikan, kapal-kapal, jauh dari dermaga
dariku, bahkan ibu