Kontingen Manggarai Nusa Tenggara Timur (NTT) dalam Festival Keraton Nusantara (FKN) IX di Kota Bima NTB, selain memperkenalkan seni klasik seperti tarian Congkasae, dan tarian caci (pecut-memecut) juga membawakan sebuah media informasi. Salah satu alat informasi leluhur Manggarai Prov NTT itu, adalah "Pepak". Media informasi ini, dibawa serta oleh kontingen Festival Keraton Nusantara IX-2014, demikian Ny.Andi Koordinator Seni, dari Manggarai kepada penulis, tadi malam.
Ket.foto: Peserta yang membawakan "pepak" sebuah media informasi bahwa musim tanam telah dimulai (Usman D.Ganggang)
Bagaimana ceritanya? Pepak ini, kata Hironimus Nikus, seorang punggawa Manggarai, menceritakan bahwa pepak, terbuat dari bambu, kemudian disambung dengan kayu. Lalu di ujung kayu bagian bawah diselipkan bancik. Kalau musim tanam dimulai, maka pepak ini dibunyikan ketika padi ditanam. Bunyinya beragam sesuai dengan besar kecilnya pepak.
Menurut Bapak Henrikus Hapan dan Bapak Hironimus Nikus, budayawan Manggarai, pepak ini ini dibunyikan oleh 'reba-reba' (pemuda) saat mulai 'pacek' (tanam padi). Dan biasanya para 'inuk molas' (darah manis) selalu memasukkan padi pada lubang hasil gali dari pepak yang dimainkan ole reba-reba. Saat itu pulalah kalau ada yang jatuh cinta, maka berawal dari pepak ini cinta mereka bersemi.
Para gadis menari tarian klasik Congkasae (foto Usman D.Ganggang)
Tidak hanya itu, menurut Bapak Niko Niku yang juga budaywan terkenal di Manggarai Barat mengatakan, pepak secara harafiah berasal dari kata 'pek dan pak" artinya hasil bunyi dari bambu yang dibunyikan itu. Di sanalah, reba-reba tadi melkukan kegiatan "pel naring"..Iya, pel dari kata "pala" artinya kerja, sedangkan 'naring adalah pujian. Jadi, para 'reba tadi selain bekerja memenuhi kegiatan 'pacek' juga melakukan kegiatan kerja puji (pel naring). Tentu pel naring dalam artian positif.
Ket.foto: Peserta tarian caci (pecut memecut) berupa adu ketangkasan dalam menangkis pukulan lawan. (Usman D.Ganggang)
Sayang sekali di era modern ini, warga manggarai khususnya Manggarai barat sdh mulai melupakan keeksistensian pepak ini. Padahal pepak dapatlah dikatakan sebagai media informasi bahwa musim tanam sudah dimulai. Iya meski belum ada hujan, tapi kalau sudah memenuhi hitungan musim tanam, maka pepak dibunyikan, sehingga warga turun ke kebun masing-masing untuk memulai tanam.
***) bersambung
Keterangan gambar: yang memegang pepak ini adalah Bapak Hironimus Nikus dan Bapak Hendrikus Hapan.