Dalam gemuruh dunia maya yang riuh,Ada cerita seorang penjual es teh yang teduh. Namun badai datang, kata-kata tak terarah, Menyulut api, melukai hati yang lemah.
Gus Miftah, sang pendakwah luhur, Langkahnya sempat tersandung, tak terukur. Namun dengan jiwa besar, ia menunduk rendah, Mengaku salah, meminta maaf tanpa gelisah.
Di hadapan dunia, ia tunjukkan teladan, Bahwa manusia tak luput dari kesalahan. Yang penting bukan tak pernah tergelincir, Melainkan berani bangkit, ikhlas memperbaiki diri.
Di sisi lain, ada yang menutup hati, Enggan mengaku salah, tak peduli nurani. Namun di sini, Gus Miftah memberi pelajaran, Bahwa maaf adalah kekuatan, bukan kelemahan.
Mari kita belajar dari cerita ini, Untuk memahami, bukan menghakimi. Karena di balik khilaf, ada hikmah tersembunyi, Membangun manusia yang lebih berarti.
Jangan hanya mencari cela di jiwa sesama, Melainkan jadilah lentera, menyinari dunia. Karena di dunia ini, kita semua belajar, Dan maaf adalah bahasa cinta yang mengakar.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H