Saking mood nulisnya mati terus hampir lupa kalau saya udah daftar mau ikutan nulis Bu Roselina. Aduh untung hari ini ingat tiba-tiba. Semoga tidak terlambat ya, disini baru tanggal 14 Juli, jadi masih ada waktu satu hari sebelum habis waktunya.
Terus terang saya masih jauh lebih muda dari Bu Lina tapi kok kelihatannya energi saya sama bu Lina kalah ya dalam menulis? Hahahha... Bu Lina di usia saya dulunya pasti lebih bersemangat dan nggak pikun kayak saya begini. Membaca artikel-artikelnya tergambar kalau Bu Lina sosok wanita yang sifat keibuan Timurnya tidak hilang walaupun beliau tinggal diluar negeri dimana ibu-ibunya sedikit berbeda dalam berprinsip. Dari artikel-artikelnya jelas tergambar bahwa wanita tetaplah wanita yang memiliki nilai tersendiri.
Hal ini tergambar dari artikelnya soal Bagaimanakah Sikap kita seharusnya sebagai istri bila suami merantau. Sebisa mungkin jangan memasukkan pria lain ke rumah kita karena kita tidak tahu bila tiba-tiba suami pulang dan bisa saja memergokinya dan jadi fitnah. Tak dinyana sikap bu Lina menasihatkan seperti itu karena ibu-ibu di barat sepertinya punya prinsip tersendiri soal ini. Tapi kalau difikir-fikir, memang baiknya ya kita jangan sembarangan memasukan lelaki lain kalau suami lagi nggak ada di rumah. Ini bukan soal kebebasan lagi tapi soal kita menjaga hal-hal yang bisa saja terjadi secara mendadak.
[caption caption=""]
Sikap kewanitaan sejatinya juga terlihat ketika memaparkan soal Emansipasi yang kebablasan di zaman ini. Kembali saya setuju kalau istri harus tahu batas-batas emansipasi demi keseimbangan dalam rumah tangga jangan hanya rumah itu menjadi seperti tempat kost semata, satu atap tapi hidup sendiri-sendiri, tak pernah berkumpul atau bertatap muka bersama. Laki-laki dan perempuan punya bagian masing-masing dan harus disadari dan harus ikhlas demi keharmonisan kelanggengan perjalanan rumah tangga yang hakiki. Harus jadi bahan renungan bagi kedua belah pihak.
Walaupun kita sudah banyak duit dan bisa menghasilkan uang sendiri tapi memasak untuk anak dan suami masih menjadi tradisi yang dipegang Bu Lina, makanya beberapa artikelnya memuat soal resep-resep terutama masakan Padang. Makan diluar itu ada bosannya, dan pada masakan rumahlah kita kembali. Saya merasakannya sendiri. Walau pun masakan saya enaknya nggak selangit, tapi tetap diminati suami padahal kalau mau makan enak terus bisa saja dia mendapatkannya diluar tiap hari. Maka, benar adanya kalau istri harus bisa memasak walau pun seadanya.
Salah satu penopang keutuhan rumah tangga adalah istri yang siap tempur saat suami dalam keadaan terjepit, miskin, dan serba kekurangan. Bu Lina telah membuktikan kalau beliau bisa menjadi sahabat, pegangan, dan pasangan bagi suaminya yang harus menghadapi kepahitan hidup di masa-masa rumah tangga mereka dulu. Bersama mereka berpegangan tangan dalam duka khususnya. Patut ditiru sama istri-istri seperti saya yang jangan memeluk dan mencium suami hanya ketika mereka berhasil dan punya duit. Kalau lihat wajah Bu Lina, beliau kayak lemah gemulai tapi melihat perjuangan hidupnya wah jangan macam-macam dan jangan tanya deh semangat juangnya.
Akhir kata, saya mau mengucapkan Selamat Ulang Tahun buat Bu Lina. Terima kasih atas sharing artikel-artikelnya selama ini. Bagi saya yang sudah tidak memiliki ibu, membaca artikel-artikelnya serasa dinasihati ibu sendiri. Semoga Ibu Lina sehat dan bahagia selalu. Wish you all the best.....
foto2 dari facebooknya pak Tjip. Maaf ya bapak saya nyulik poto2nya tanpa izin.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H