Lihat ke Halaman Asli

Karena Ayah Selingkuh

Diperbarui: 30 Mei 2016   22:31

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Harus menulis cerita Kenthir, lucu? Tidak bisa. Karena itu aku tak menyertakan kisah ini dalam lomba Planet Kenthir. Karena kisahku terlalu menyakitkan, bagiku, bagi seorang anak SMP kelas 3 dengan 3 adik, seorang ibu, seorang ayah yang meninggalkan kami dan seorang ayah tiri yang juga pergi entah kemana. Tak ada yang lucu, tak ada yang kenthir sama sekali dengan semua kenyataan itu. Tapi dengan berat hati, kucoba tuliskan ini semua agar para ayah diluar sana tidak mengikuti jejak ayahku, agar tak ada lagi anak-anak seperti aku, anak-anak seperti adik-adikku.

Semua bermula ketika aku kelas 3 SD.  Waktu itu ayah memutuskan untuk jadi TKI di Saudi Arabia mengikuti jejak kakaknya menjadi sopir rumah tangga di negara itu.  Hal itu dilakukan ayah demi merubah nasib kami, seorang istrinya dan tiga anaknya yang tinggal di gubuk 5x3 meter persegi dengan lantai masih tanah, dengan bilik sebagai pelindungnya dan genteng tua sebagai atapnya. Udara sangat panas kami rasakan ketika musim kemarau tiba, hawa dingin sebaliknya sangat menyengat kami ketika musim penghujan datang. Nyamuk tiap hari berpesta mengerubuti tubuh kami setiap malam. 

Pesta tiada akhir padahal ibu selalu memakaikan losion anti nyamuk sebelum kami tidur tapi nyamuk-nyamuk itu sudah kebal rupanya dengan segala macam losion apapun yang kami pakai.  Anehnya, kami pun seperti sudah bersahabat dengan nyamuk-nyamuk itu. Karena kalau sudah terasa ngantuk, kami tak merasakan lagi gigitan-gigitan mereka. Losion anti nyamuk itu hanyalah formalitas semata karena pada kenyataannya kami dan nyamuk sudah bersahabat dengan baik. 

Atas nama merubah nasib, atas nama anak dan istri, ayahku pergi mengembara. Bulan-bulan pertama semua baik-baik saja. Kiriman uang lancar. Sampai setahun kemudian semua terasa beda. Ibu sering kekurangan uang karena ayah tak mengirim uang seperti biasanya. Jumlah uang yang dikirimkan semakin sedikit tiap bulannnya. Lama-kelamaan tak ada sama sekali. Ibu mulai menjadi tukang cuci, tukang setrika, jadi pembantu harian di komplek rumah mewah dibelakang kampung kami. Ibu bekerja membersihkan botol-botol bekas untuk kemudian dijual ke tukang pengumpul barang-barang bekas. Ibu melakukan semua demi  kami agar tetap bisa makan dan ke sekolah. 

Waktu berlalu, ibu seperti mayat hidup. Tak ada senyum, tak ada tawa di wajahnya tapi tubuhnya tetap bekerja untuk menghidupi kami. Aku bertanya-tanya kenapa ibu begitu?. Aku tak menemukan jawabannya sampai suatu hari, adik ayahku menginap di rumah. Dia minggat dari rumahnya karena bertengkar dengan kakaknya-ayahku. Dari pembicaraan yang aku tangkap antara tanteku dan ibuku terungkap bahwa ayah akhirnya pulang ke rumah kakek dengan membawa seorang wanita yang telah dinikahinya di Saudi Arabia. Seorang TKW dari pulau seberang. Ayah dan tanteku berseteru soal ini sampai tante meninggalkan rumah karena tak sudi melihat istri muda ayah. 

Ibu tambah tertekan dengan kenyataan ini. Tapi akhirnya dia rela untuk dimadu, mau menerima kenyataan ayah yang mendua. Aku lemas. Ayah dulu sering menyiksa ibu bila marah, kini ibu masih mau menerima ayah walaupun ayah sudah memadunya. Aku heran, kenapa ibuku mau menerima ayah yang tak bertanggung jawab ini? Ayah yang suka menyiksa?.  

Ibu mendatangi ayah dan istri mudanya dan bilang kalau dia tak akan meminta cerai.  Tapi semua orang di sekitarnya kesal dengan kenyataan itu. Nenek, tanteku tak merestui keluarga poligami miskin ini. Ditambah istri muda ayah yang marah-marah terus bahkan menjambak rambut ibuku ketika mereka berseteru. Hatiku sakit sekali melihatnya. Dan ibu mau saja diperlakukan seperti itu?.  

Tapi aku bersyukur karena pada akhirnya ayah menceraikan ibu. Ibu tambah stres kelihatannya karena mungkin merasa kalah perang.  Ayah pergi ke pulang seberang dengan istri barunya, mereka tinggal bersama disana.  Sejak itu aku tak pernah bicara dengan ayah. Aku muak kepada ayah yang memilih meninggalkan aku dan dua adikku serta ibuku yang seperti pengemis cinta sampai rela mau menerima istri mudanya tapi tetap ditinggalkan. Hatiku sakit sekali. 

Tahun berganti, kudengar ayah hidup miskin di pulang seberang dengan istri mudanya. Mereka kini sudah memiliki dua anak sementara ibu sudah menikah lagi. Sialnya ibu menikah dengan laki-laki tak karuan. Dia minggat setelah menghamili ibuku yang kemudian melahirkan seorang anak yang kini harus kujaga ketika ibu bekerja di komplek perumahan.  

Aku sering bolos sekolah karena harus menjaga bayi berusia 5 bulan ini.  Adik-adikku kadang sekolah kadang tidak, tergantung keadaan ekonomi ibu apakah punya ongkos untuk memberangkatkan mereka ke sekolah atau tidak.   Kadang aku mau tertawa ketika memangku adikku di depan cermin. Aku belum mau jadi seorang bapak tapi aku sudah harus mengasuh bayi sekecil ini. 

*ditulis berdasarkan kisah nyata seorang anak yang saya kenal

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline