Lihat ke Halaman Asli

Uswatul Fitriyah Osadi

Instagram @pesan.us

Belajar Kreatif pada Anak Berbakat Melalui Model Treffinger

Diperbarui: 4 Oktober 2017   21:18

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Pembelajaran merupakan suatu proses yang melibatkan berbagai aspek yang saling berkaitan. Dalam pembelajaran, guru berhadapan dengan sejumlah peserta didik dengan berbagai macam latar belakang, sikap, sifat dan potensi yang semuanya itu berpengaruh terhadap kebiasaannya dalam mengikuti pembelajaran di kelas. Untuk kepentingan tersebut guru dituntut membangkitkan motivasi belajar peserta didik, karena motivasi merupakan salah satu faktor yang dapat meningkatkan kualitas pembelajaran. Peserta didik yang memiliki motivasi belajar yang tinggi akan belajar dengan sungguh-sungguh. 

Guru juga sebaiknya mampu untuk menciptakan pembelajaran yang kreatif dan menyenangkan. Belajar kreatif juga sangatah penting untuk anak usia dini. Untuk menciptakan pembelajaran yang kreatif dan menyenangkan diperlukan berbagai keterampilan, diantaranya keterampilan mengajar. Dengan belajar kreatif menggunakan model treffinger, anak-anak akan semakin mudah untuk mengembangkan kreatifitas pada dirinya sendiri.

Model Treffinger merupakan salah satu dari sedikit model yang menangani masalah ini secara langsung dan memberikan saran-saran praktis bagaimana mencapai keterpaduan belajar kreatif, dengan melibatkan baik keterampilan kognitif maupun afektif pada setiap tingkat dari model ini, treffinger menunjukkan saling berhubungan dan ketergantungan antara keduanya dalam mendorong belajar kreatif.

Model Treffenger terdiri langkah-langkah berikut : Basic Tools, Practice with Process, dan Working with Real Problem.

  • Pada tingkat I, Treffinger memusatkan perhatian pada bagaimana anak dapat berpikir secara divergen atau terbuka tanpa memikirkan bahwa pendapat yang disampaikan benar atau salah. Kemampuan afektif yang dikembangkan meliputi rasa ingin tahu (dapat dilihat dari keaktifan siswa dalam bertanya), keberanian mengambil resiko (keberanian dalam menjawab pertanyaan walaupun jawaban yang disampaikan salah), percaya diri (siswa berani dalam menentukan jawaban yang berbeda dengan jawaban temannya) dan lain sebagainya. Sedangkan kemampuan kognitif yang dapat dikembangkan meliputi kelancaran (dapat dilihat dari waktu yang digunakan anak dalam menjawab dan mengungkapkan gagasan yang berbeda), kelenturan (dilihat dari banyaknya idea tau gagasan yang berbeda yang disampaikan siswa) dan lain sebagainya.
  • Pada tingkat II, Treffinger lebih memusatkan perhatiannya pada pengembangan kemampuan penyelesaian masalah dan keterbukaan terhadap perbedaan. Kemampuan afektif pada tingkat ini meliputi keterbukaan perasaan majemuk (yaitu keterbukaan dalam menerima gagasan yang berbeda), meditasi dan kesantaian (kebiasaan dan ketenangan dalam menerima gagasan yang berbeda), penggunaan khayalan dan tamsil (kemampuan berimajinasi dalam menggambarkan masalah yang dihadapi) dan lain sebagainya. Sedangkan kemampuan kognitif yaitu meliputi penerapan (penggunaan apa yang tersedia dalam menyelesaikan masalah yang diberikan), analisis (mendiskripsikan segala masalah yang ada), sintesis (ketrampilan memadukan hal yang didapat dengan pengetahuan sebelumnya), evaluasi (penilaian terhadap jawaban teman dan diri sendiri sehingga menghasikan jawaban yang paling tepat) dan lain-lain.
  • Pada tingkat III, Treffinger memusatkan pada bagaimana anak dapat mengelola dirinya sendiri dan kemampuannya sehubungan dengan keterlibatannya dalam tantangan-tantangan yang ada dihadapannya. Kemampuan afektif pada tingkat ini meliputi pemribadian nilai (berkaitan dengan pengevaluasian diri dan ide-ide sebelumnya), pengikatan diri terhadap hidup produktif (berusaha untuk tetap menghasilkan ide baru dalam setiap kegiatan penyelesaian masalah), dan lain-lain. Sedangkan kemampuan kognitif yang dapat dikembangkan meliputi pengajuan pertanyaan secara mandiri (pertanyaan yang timbul dari pemikiran sendiri), pengarahan diri (mampu menentukan sendiri langkah-langkah menyelesaikan masalah tanpa terpengaruh penyelesaian dari teman), pengelolaan sumber (menggunakan segala yang ada disekitar untuk memperoleh jawaban yang diinginkan), dan pengembangan produk (mengembangkan ide yang ada sebelumnya sehingga diperoleh ide baru), dan lain sebagainya.

Dari model treffinger yang memiliki 3 tahap yaitu, Tahap I Treffinger memusatkan perhatian pada bagaimana anak dapat berpikir secara divergen atau terbuka tanpa memikirkan bahwa pendapat yang disampaikan benar atau salah. Tahap II lebih memusatkan perhatiannya pada pengembangan kemampuan penyelesaian masalah dan keterbukaan terhadap perbedaan. 

Tahap III memusatkan pada bagaimana anak dapat mengelola dirinya sendiri dan kemampuannya sehubungan dengan keterlibatannya dalam tantangan-tantangan yang ada dihadapannya. Maka dapat diaplikasikan dengan permainan kreatif, yaitu : Tahap I tebak awalan huruf, dengan cara awalan huruf menyebutkan nama hewan atau buah dan dibalik kertasnya ada gambar tersebut (Kognitif: pengenalan dan ingatan serta kelancaran, Afektif: rasa ingin tahu dan percaya diri). 

Tahap II menggambar dan mewarnai dari tebakan gambar masing-masing anak (Kognitif: penerapan, Afektif: penggunaan khayalan). Tahap III mendeskripsikan gambar yang sudah digambar dan diwarnai (Kognitif: Pengembangan produk dan pengarahan diri, Afektif: produktif dan pemribadian nilai).

Sumber dari : Utami Munandar,  Pengembangan Kreativitas Anak Berbakat, 2014

               

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline