Perundungan di lingkungan kampus bukanlah hal baru. Dalam
beberapa tahun terakhir, banyak kasus serupa muncul, yang
menunjukkan bahwa perundungan dapat terjadi di berbagai tingkatan
pendidikan, termasuk di perguruan tinggi. Kasus mahasiswi kedokteran
Undip ini mengungkapkan betapa seriusnya permasalahan tersebut,
yang tidak hanya memengaruhi mental dan emosional korban, tetapi
juga dapat merusak reputasi institusi pendidikan yang terlibat. Kasus
perundungan yang menimpa mahasiswi kedokteran Universitas
Diponegoro (Undip), Aulia Risma Lestari, telah memicu perhatian luas
dan menyoroti masalah serius mengenai budaya bullying di lingkungan
pendidikan tinggi, khususnya dalam program pendidikan kedokteran.
Aulia ditemukan tewas di indekosnya pada 12 Agustus 2024, dan
kematiannya diduga berkaitan dengan tekanan yang ia alami dari
senior-seniornya di Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS)
Anestesi. Penyelidikan yang dilakukan oleh pihak kepolisian dan rektorat
Undip mengungkapkan bahwa ada praktik perundungan yang
berlangsung lama di lingkungan tersebut, meskipun awalnya pihak
universitas membantah adanya hubungan antara perundungan dan
kematian Aulia. Hal ini menunjukkan adanya kesenjangan dalam
pemahaman dan penanganan masalah bullying di institusi pendidikan.
Pihak-pihak yang terlibat dalam kasus ini mencakup Aulia sebagai
korban, senior-seniornya yang diduga melakukan tindakan
perundungan, serta pihak universitas yang memiliki tanggung jawab
untuk menciptakan lingkungan belajar yang aman. Dekan Fakultas
Kedokteran Undip, Yan Wisnu Prajoko, akhirnya mengakui bahwa
perundungan memang terjadi di fakultasnya dan meminta maaf atas
situasi tersebut. Selain itu, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin juga
menekankan pentingnya transparansi dalam menangani kasus ini,
mengingat dampak psikologis yang dialami oleh mahasiswa kedokteran.
Penyelidikan lebih lanjut oleh kepolisian melibatkan pemeriksaan terhadap 34 saksi termasuk rekan-rekan seangkatan Aulia, untuk
mendapatkan gambaran jelas mengenai situasi yang terjadi di dalam
PPDS.
Pencegahan perundungan di lingkungan pendidikan kedokteran
sangat penting untuk mencegah terulangnya tragedi serupa. Universitas
harus menerapkan kebijakan yang tegas terhadap bullying dan
memastikan bahwa setiap laporan tentang perilaku semacam itu
ditindaklanjuti secara serius. Salah satu langkah awal adalah
membentuk tim Task Force dan Advisory Board yang terdiri dari anggota
internal dan eksternal untuk mengawasi praktik anti-bullying di
lingkungan kampus. Selain itu, penting bagi universitas untuk
menyediakan pusat pengaduan yang dapat diakses oleh mahasiswa
untuk melaporkan tindakan bullying tanpa rasa takut akan reperkusi.
Pelatihan tentang kesehatan mental dan empati juga harus menjadi
bagian dari kurikulum pendidikan kedokteran agar calon dokter tidak
hanya terampil secara teknis tetapi juga peka terhadap kesejahteraan
rekan-rekan mereka.
Kasus ini menyoroti perlunya evaluasi menyeluruh terhadap
sistem pendidikan kedokteran di Indonesia. Banyak mahasiswa
kedokteran mengalami tekanan luar biasa selama masa studi mereka,
dan hal ini sering kali diperparah oleh ekspektasi tinggi dari masyarakat
serta sistem pendidikan itu sendiri. Oleh karena itu, reformasi struktural
dalam cara pendidikan kedokteran diselenggarakan sangat diperlukan.
Ini termasuk peninjauan kembali terhadap beban kerja mahasiswa,
penghapusan pungutan- pungutan tidak resmi yang membebani
mahasiswa baru, serta peningkatan dukungan psikologis bagi
mahasiswa.
Universitas Diponegoro memiliki kesempatan untuk menjadi
pelopor dalam perubahan positif ini dengan menerapkan kebijakan-
kebijakan baru yang lebih manusiawi dan mendukung kesehatan mental
mahasiswanya. Dengan keterlibatan aktif dari semua pihak -dari
mahasiswa hingga manajemen universitas-kita bisa berharap untuk
melihat perubahan signifikan dalam budaya pendidikan kedokteran di
Indonesia. Ini bukan hanya tentang mencegah perundungan; ini adalah
tentang membangun komunitas akademik yang saling mendukung dan
menghargai setiap individu sebagai bagian integral dari proses belajar-
mengajar.
Kasus perundungan di Undip mencerminkan tantangan besar
yang dihadapi oleh institusi pendidikan tinggi dalam menciptakan
lingkungan belajar yang aman dan mendukung. Ini adalah panggilan
bagi semua pihak-mahasiswa, dosen, dan pengelola universitas-untuk
berkolaborasi dalam menghentikan praktik bullying dan mendukung
kesehatan mental mahasiswa. Dengan langkah-langkah pencegahan
yang tepat dan komitmen untuk mengubah budaya pendidikan
kedokteran, kita dapat mencegah tragedi serupa di masa depan dan
memastikan bahwa para dokter muda dapat berkembang tanpa
mengalami tekanan atau trauma yang berkepanjangan. Keberhasilan
dalam mengatasi masalah ini tidak hanya akan meningkatkan kualitas
pendidikan tetapi juga menghasilkan tenaga medis yang lebih baik dan
lebih manusiawi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H