Lihat ke Halaman Asli

Usep Saeful Kamal

Mengalir seperti air

Prakarsa Gus Muhaimin Dekatkan Milenial ke PKB

Diperbarui: 4 November 2019   03:21

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Muhaimin Iskandar atau Cak Imin| Sumber: Warta Kota/Angga Bhagya Nugraha

Sebagai peminat jurnalistik, bersyukur penulis dibekali salah satu teknik terpenting dalam mempraktikannya. Penulis kira, enam kata tanya 5 W 1 H, yakni: Who, What, When, Where, Why dan How sudah sangat populer di telinga kita.

Teknik itu ternyata tidak hanya bermanfaat dalam dunia jurnalistik semata, ia memiliki manfaat yang lebih luas dalam berbagai sendi kehidupan kita. Dimanapun ruang aktifitas dan rutinitas kita bila didasari teknik ini niscaya maslahatlah yang didapat.

Tetapi lain halnya dengan pengetahuan umum tentang politik di masyarakat kita, ia hanya mendasari kata tanya: Who gets, What, When dan How sebagaimana yang dirumuskan oleh Harold Laswell. Singkatnya, politik adalah siapa mendapatkan apa, kapan dan bagaimana.

Tentu bukan tanpa alasan bila setiap usai hajatan politik di negeri ini seperti: Pilkada, Pileg maupun Pilpres hingar bingar yang muncul ditengah masyarakat adalah seputar posisi, jabatan dan "kue kekuasaan" para pelaku politik tadi.

Kekuasaan hanya menjadi sekadar "kue" yang diperebutkan. Lalu, cara-cara untuk menikmatinya pun terkesan menafikan kemaslahatan publik. Bahkan tidak sedikit yang mengandalkan "jual beli" yang hanya berorientasi terhadap kepentingan pribadi dan kelompoknya.

Situasi ini berkontribusi besar terhadap cara pandang masyarakat kita karena politik hanya dipahami sekadar "pertarungan kotor" antara para pihak yang ingin mempertahankan maupun merebut kekuasaan. Tidak salah bila ketertarikan orang terhadap politik tidak begitu besar.

Selain itu, pameo "tidak ada kawan sejati dan musuh abadi dalam politik, yang abadi adalah kepentingan" diakui atau tidak telah menyeret masyarakat bahkan generasi milenial kita kedalam sebuah lubang "pengasingan" terhadap politik itu sendiri sehingga minatnya semakin mengecil.

Padahal, politik tidak bisa terlepas dari manusia dalam melakukan proses kehidupannya. Manusia adalah hewan yang berpolitik seperti Aristoteles bilang, menjadi politisi adalah sebuah keniscayaan dalam hidup ini. Bila demikian, mungkinkan dunia ini tanpa politisi?

Tentu tidak ada salahnya bila kita meminjam ungkapan Andre Comte seorang filsuf Prancis: "Politik dibutuhkan supaya konflik kepentingan dapat diselesaikan tanpa kekerasan. Karenanya, negara dibentuk bukan berarti semua orang baik dan adil, justeru karena mereka tidak seperti yang kita harapkan".

Dok. @mfnurhuday

Lebih jauh Ibnu Kholdun dalam mukaddimahnya mengungkapkan bahwa politik adalah satu keniscayaan dalam rangka menjaga negara yang telah berdiri teguh supaya tidak meninggalkan solidaritas sosialnya.

Mengembalikan marwah politik dan mendekatkan kembali kepada generasi milenial kepada politik merupakan ikhtiar mulia karena ia adalah masa depan demokrasi kita. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline