Lihat ke Halaman Asli

Usep Saeful Kamal

Mengalir seperti air

PKB dan 21 Tahun Bangun Adab Demokrasi

Diperbarui: 23 Juli 2019   22:46

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

dokpri

Riang gembira, kalimat itu menjadi slogan perangai politik Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) setidaknya dalam lima tahun terakhir seiring usianya yang memasuki angka 21 tahun. Wajar bila kini PKB dikenal sebagai partainya anak milenial.

Dalam istilah ilmu psikologi, usia 21 termasuk fase awal menjadi dewasa, bagaimana ia mencari teman dan cinta, membangun hubungan yang saling memberikan rasa senang dan puas, lebih dari itu menguatkan persahabatan.

Cara membangun hubungan (silaturahim) dengan institusi manapun, PKB memang memiliki karakternya sendiri. Ia haqul yakin terhadap kaidah syariat bahwa silaturahim merupakan amalan sekaligus perekat setiap rongga dalam bingkai hablum minannas selain memperpanjang umur serta melapangkan rezeki.

Dalam setiap kesempatan, PKB nyaris tidak pernah menampakkan superioritas terhadap yang lain, apalagi mengisolasi diri bahkan bersikap ekslusif (merasa diri paling benar). Sangat wajar bila H. Muhaimin Iskandar (Cak Imin) Ketum PKB tak jarang mengingatkan para kader atau bawahannya yang berprilaku kontra terhadap nilai tadi.

Petuah "yang lebih penting dari politik adalah kemanusiaan" merupakan akhlak warisan Gus Dur yang senantiasa dirawat segenap stakeholder PKB dalam berpikir dan bertindak hingga kini. Menjadi rahasia umum bila PKB nyaris tidak memiliki kesulitan membangun relasi dengan lintas agama, ras, etnis, suku, bangsa  dalam setiap ikhtiarnya.

Prinsip kemanusiaan dengan nilai-nilai Islam sebagai arasnya diyakini PKB akan mewujud terhadap sebuah tatanan kehidupan masyarakat yang diselimuti rasa adil. Menjungjung  tinggi universalitas Islam sebagaimana terkandung dalam maqashid al-syar'i (tujuan atau rahasia syariat Allah) selalu menjadi aras pijak pengambilan keputusan politiknya.

Sebagai anak kandung NU, tentu PKB wajib merawat tradisi leluhurnya. Dimana NU sangat dekat dengan tradisi maqashid al-syar'i, meliputi: memelihara jiwa raga (hifdzu al-Nafs), memelihara agama (hifdzu al-din), memelihara akal (hifdzu al-Aql), memelihara keturunan (hifdzu al-nasl) dan memelihara harta benda (hifdzu al-mal).

Lima nilai tadi sekaligus menjadi spiritualitas politik PKB sehingga ia mampu ejawantahkan ajaran syariat yang sejatinya melahirkan manfaat dan maslahat bagi kehidupan manusia tanpa terkecuali. Tentunya dengan pendekatan tradisi NU dan pesantren.

Adaptif terhadap semua perbedaan menjadi citra diri PKB yang lain, ia senantiasa menghargai setiap bentuk perbedaan dalam dimensi apapun. Kepandaian PKB dalam bergaul dengan berbagai kalangan sekaligus menggambarkan fase usia dewasanya.

Bila dinisbatkan terhadap manusia, usia 21 tahun merupakan tolak ukur kedewasaan. Secara psikologis pada usia ini momentum tepat untuk mengembangkan diri, belajar independen, serta bertanggungjawab pada setiap tindakan dan bagaimana kamu menjalani hidup. PKB sedang jalani fase ini, bila istiqomah tak mustahil akan menjadi partai nomor wahid di negeri ini.

Adab Demokrasi
Sejak berdiri 21 tahun lalu, ikhtiar PKB membangun adab demokrasi di negeri ini paska rezim politik otoriter "Orde Baru" tentu tidak bisa dipandang sebelah mata. Gus Dur yang telah mengikhlaskan dirinya menjadi "tumbal" bangunan demokrasi melalui PKB adalah etos perjuangan yang wajib menjadi inspirasi para pejuang demokrasi kini, wabilkhusus kader, fungsionaris, simpatisan PKB dan Nahdliyin.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline