Ada hal yang menarik kala H. A. Muhaimin Iskandar (Cak Imin) beserta pengurus DPP PKB yang lain mengenakaan kemeja putih bertuliskan: Agamis Nasionalis, Nasionalis Agamis pada bagian dadanya dalam acara Haul ke-9 Gus Dur yang diselenggarakan DPP PKB akhir tahun 2018 lalu di Balai Sarbini Jakarta.
Tak heran bila saat itu Cak Imin menjadi trendsetter (pusat perhatian) bagi hadirin dilokasi acara, termasuk penulis. Selain dipenuhi kreatifitas, tulisan dalam kemeja putih itu tentu membawa pesan moral tersendiri terkait fenomena kekinian yang dialami bangsa ini.
Sebelum dibubuhkan pada kemeja itu, kalimat Agamis Nasionalis, Nasionalis Agamis telah lebih dulu dikenalkan ke publik saat saat Cak Imin sampaikan sambutan pada acara Deklarasi Super Jokowi di Semarang Jawa Tengah tanggal 28 September 2018 yang kemudian dijadikan tagline baru PKB.
Disamping syarat makna, tagline ini boleh jadi menggambarkan bahwa pergulatan diantara keduanya acapkali tidak bisa dihindarkan. Padahal, dalam konteks idealitas orang agamis sudah barang tentu memiliki nasionalisme yang tinggi, pun begitu sebaliknya orang yang nasionalismenya tinggi hampir dipastikan ia agamis.
Penulis kira, Cak Imin sedang mengingatkan kepada kita bahwa relasi negara dan agama seringkali oleng keseimbangannya karena ia tidak kuat menahan hantaman hegemoni lain. Dalam perspektif ini, Cak Imin sedang meneruskan perjuangan Gus Dur dalam menguatkan sinergi antara Nasionalisme dan Spiritualitas (Negara dan agama).
Sekedar contoh, suatu saat penulis pernah diserang habis-habisan bahkan disesatkan oleh sesama teman di Facebook (FB) hanya gara-gara postingan penulis yang dianggap tidak mendukung terhadap upaya "jihad" 212 yang berjilid-jilid hingga akhir tahun 2018 lalu.
Contoh lainnya, setiap kali penulis memposting link berita terkait Banser menjaga gereja pada perayaan Natal di WhatsApp Group warga komplek tempat penulis tinggal di Tanah Baru Beji Kota Depok. Tanpa tendeng aling-aling, penulis pun dianggap kafir karena menyebarkan berita yang berpihak kepada non-muslim.
Pengalaman penulis tadi menjadi tauqid atau penguat bahwa ada upaya sistematis dari pihak tertentu yang membuat kata nasionalis tidak disandingkan dengan agamis. Seorang nasionalis seolah-olah tidak agamis, dan sebaliknya seorang agamis tidak nasionalis.
Walhasil, soal wawasan kebangsaan ternyata masih menjadi masalah utama yang memerlukan sentuhan pemecahan bagi Islam, sebagai agama mayoritas bangsa kita. Tak jarang pergumulan itu melahirkan situasi hitam-putih yang sangat tajam.
Konsep negara-bangsa yang telah ditancapkan dalam-dalam oleh para founding father kita demi utuhnya NKRI yang memayungi segala perbedaan akhir-akhir ini hendak dicabut oleh hegemoni bernama "ideologi makar" berbaju agama. Ngeri bukan!
Saya Agamis