Lihat ke Halaman Asli

Usep Saeful Kamal

Mengalir seperti air

"Ruhul Jihad" Cak Imin Tumpas Terorisme

Diperbarui: 15 Mei 2018   19:17

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

(twitter.com/putra_kaharudin)

Rentetan kejadian teror akhir-akhir ini sungguh menyayat naluri kemanusiaan kita, manusia mana yang hatinya tidak terenyuh sedih mengetahui sesamanya terbunuh oleh sesamanya yang lain. Apalagi seandainya yang terbunuh itu bagian dari family kita.

Setelah terakhir tanggal 14 Januari 2016 lalu bom bunuh diri meledak di kawasan Sarinah Jakarta, negeri ini kembali diusik oleh prilaku sadis pelaku teror yang dimulai dari markas komando Brimob Kelapa Dua Depok beberapa hari lalu.

Kerusuhan yang bermula dari persoalan makanan yang melibatkan narapidana kasus teroris dan petugas itu berujung maut dengan menewaskan lima anggota polisi. Sontak kejadian itu menyadarkan kita betapa pelaku teror bisa melakukan apa saja sesuka hatinya.

Belum juga reda luka hati kita, tiba-tiba publik dihenyakkan oleh peristiwa meledaknya bom bunuh diri dikawasan tempat ibadah umat kristiani dan katholik di Surabaya. Tak tanggung-tanggug, ledakan bom itu terjadi di tiga lokasi berbeda dengan waktu yang nyaris bersamaan.

Tidak berhenti di tiga lokasi itu, teroris juga meledakkan bom di Wonocolo Sidoarjo dan kawasan Polrestabes Surabaya. Berdasarkan keterangan Polisi, total korban tewas atas rentetan bom di kedua kota itu berjumlah 28 orang dengan rincian 9 orang pelaku dan 19 orang masyarakat. Sementara yang mengalami luka-luka berjumlah 57 orang.

Semua teror bom baik di Surabaya maupun Sidoarjo dilakukan oleh tiga anggota keluarga. Miris memang, ketika prilaku teror bom sudah dilakukan oleh anggota keluarga utuh berarti ada ajaran menyimpang yang harus segera diputus rantai penyebarannya. Terlepas keluarga itu konon pernah terlibat langsung serangkaian penyerangan bom di Suriah bersama ISIS.

Alih-alih banyak orang yang berduka atas kejadian teror bom itu, masih ada saja sebagian masyarakat yang menganggap rentetan kejadian teror mulai dari markas Brimob Kelapa Dua Depok hingga Mapolrestabes Surabaya adalah bagian dari rekayasa.

Padahal bila kita saksikan melaui gambar-gambar atau video yang tersebar di media sosial dengan sumber media yang terpercaya, sungguh kejadian itu jauh dari kesan rekayasa atau bahakan setting pihak-pihak tertentu.

Rasa masygul itu kembali muncul ketika ada teman kita di medsos bahkan komentar-komentar elit politik kita yang menganggap bahwa aksi teror itu adalah bagian dari rekayasa penguasa hari ini. Padahal, pada saat yang sama duka telah menyelimuti keluarga korban.

Yang tak kalah masygul, teman penulis di facebook yang kader Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) menulis tagar #WaspadaSkenario Jahat pada statusnya. Mungkin karena rangkaian teror bom sejak di Mako Brimob Depok terjadi tak lama sejak HTI dinyatakan terlarang oleh pemerintah. Entahlah!

Penulis atau bahkan siapapun yang berakal waras tentu akan merespons setiap kejadian yang menimbulkan hilangnya nyawa orang dengan empati dan rasa duka. Tetapi bila prilaku teror dianggap sebagai sebuah rekayasa, entah kemana rasa hati dan nuraninya sebagai manusia. Tak berlebihan bila penulis anggap benih-benih teroris itu masih bertebaran disekeliling kita.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline