Pada awal tahun 2013 hingga awal tahun 2014 penulis bersama sahabat-sahabat yang tergabung dalam Forum Penyelamat Ekonomi Rakyat (FPER) Kab. Tasikmalaya melakukan advokasi terhadap kebijakan daerah yang salah kaprah terkait tata kelola pasar tradisional.
FPER yang didalamnya terdiri dari KNPI, GP Ansor, IPNU, ISNU, PMII, HIPMI, Rijalul Ansor, BEM STIE Cipasung merupakan wadah yang kami bentuk sebagai ruang diskusi dan ekpresi atas maraknya toko modern (Alfamart, Indomart, Yomart dan lainnya) tak berizin kala itu.
Temuan kami kala itu, 46 minimarket yang beroperasi 24 jam setiap hari tidak memiliki Izin Usaha Toko Modern (IUTM) artinya menyalahi Peraturan Presiden (Perpres) No. 112 Tahun 2007 Tentang Penataan dan Pembinaan Pasar Tradisional Pusat Perbelanjaan dan Toko Modern.
Ironisnya, diantara toko modern yang telah beroperasi sejak tahun 2007, semenjak itu pula kegiatan usaha mereka tidak dipayungi oleh regulasi hukum, dalam hal ini Perda. Jika boleh disebut, kegiatan usaha mereka "bodong".
Keperihatinan kami kala itu muncul karena pasar traidisional dan usaha rakyat kecil "terbunuh" karena tak bisa bersaing ketika dihadap-hadapkan dengan toko modern yang ditopang oleh gelontoran modal yang luar bisa besar.
Spiritnya bahwa pasar tradisional merupakan akar budaya kegiatan ekonomi bangsa Indonesia, wabilkhusus masyarakat Sunda. Kegiatan sosial ekonomi di pasar tradisional mampu membangun interaksi sosial yang akrab antara pedagang dan pembeli, pedagang dan pedagang, serta pedagang dan pemasok barang.
Poin dari setiap aktifitas yang kami lakukan adalah mendorong Pemerintah Daerah supaya memiliki keberpihakan terhadap peningkatan ekonomi masyarakat kecil penguatan tata kelola pasar-pasar desa yang biasanya buka satu minggu satu kali (hari rabu) atau dua kali (hari selasa dan kamis).
Selain itu, kami mendorong supaya terjadi harmonisasi antara kebijakan pemerintah dalam bidang perekonomian dan sektor usaha-usaha tertentu dengan prinsip-prinsip persaingan usaha, dengan catatan mengedepankan keberpihakan pada ekonomi rakyat kecil.
'Ala kulli hal, pengalaman itu sengaja penulis ulas dalam kerangka merawat kesadaran bahwa ikhtiar yang dilakukan melalui jalur ekstra parlementer ternyata tidak cukup meskipun melibatkan banyak orang. Kuncinya kita harus memiliki "orang dalam" di parlemen dan eksekutif yang tentunya memiliki kesadaran yang sama.
Penulis sungguh tergugah dengan pengakuan H. A. Muhaimin Iskandar (Cak Imin) dalam sebuah pertemuan dengan ratusan kader PKB Kediri, Jawa Timur Senin 23 April 2018 lalu. Ikhtiarnya selama ini diantaranya ingin meneruskan cita-cita Bung Hatta, yakni memajukan Ekonomi Kerakyatan.
Konsep ekonomi kerakyatan adalah sebuah konsep politik-perekonomian yang memusatkan pembangunannya pada rakyat. Menurut Cak Imin, konsep ini menempatkan koperasi sebagai medium pencapaian hasil, tanpa mengesampingkan peranan pasar dan negara.