Lihat ke Halaman Asli

Usep Saeful Kamal

Mengalir seperti air

Imlek, Tali Batin Gus Dur pada Tionghoa

Diperbarui: 27 Maret 2018   11:23

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

sumber foto: VOA ISLAM

Jelang libur imlek lalu, penulis melewati sebuah jalan yang tidak terlalu lebar persis dibelakang bangunan pasar Palmerah untuk sebuah urusan. Tak jauh dari pasar itu mendapati sebuah bangunan serba merah berarsitektur Tionghoa yang terpampang tulisan Hian Thian Siang Tee pada gapuranya.

Bangunan kelengteng atau rumah ibadah bagi umat Tionghoa itu sudah berusia 200 tahun lebih. Penulis sedikit tahu sehubungan pernah tinggal kost di kawasan yang tak jauh dari bangunan itu pada awal-awal masa kerja di DPR RI.

Tiap kali menghadapi tahun baru imlek, kelenteng itu selalu menampilkan wajahnya yang tak biasa, meskipun hari-harinya memang selalu berpenampilan eksotik dengan desain dan serta dekorasi bangunan yang nampak mencolok.

Bila dihari biasa lampion yang dipasang jumlahnya lebih sedikit dibanding saat sambut hari spesial Imlek, sudah barang tentu setiap ruang kosong dikelenteng itu dipenuhi dengan lampion bertuliskan aksara Tionghoa yang seolah ingin menampakkan pesona lebih nyentrik.

Begitulah rutinitas pengurus dan jemaah di kelenteng itu setiap tahun dalam menyambut tahun baru Imlek. Meningkatnya intensitas kegiatan di rumah ibadah mereka itu tentu membawa harapan supaya kehidupan mereka dilimpahi kebaikan ditahun berikutnya.

Yang membuat penulis berkesan, keberadaan kelenteng yang keluarkan aroma dupa itu tak jauh dengan bangunan mesjid At-Taqwa yang biasa digunakan warga muslim diwilayah itu untuk jalankan aktifitas ibadahnya. Bukti bahwa harmoni diantara kedua tempat ibadah dan jemaahnya nyaris tak pernah mati.

Harmoni yang terbangun sejak lama dikawasan itu tak menyurutkan rasa empati, tenggang rasa dan toleransi diantara jemaah kelenteng dan jemaah mesjid. Bahkan tak jarang, diantara keduanya saling membantu dan mendukung bila salah satunya menyelenggarakan acara keagamaan masing-masing.

Nyaris tidak pernah terdengar kejadian yang berujung pada perselisihan dengan melibatkan warga lintas iman disana. Perbedaan keyakinan diantara warga disana bukan alasan bagi mereka untuk tidak membangun harmoni dalam kehidupan bermasyarakat sehingga kedamaian senantiasa terpelihara hingga kini.

Sekedar contoh, bila datang hari spesial seperti perayaan tahun baru Imlek tak jarang pengurus kelenteng menghimpun sembako sebagai belas kasih jemaah bekelebihan rejeki untuk kemudian dibagikan kepada masyarakat sekitar yang membutuhkan.

Dekatnya jarak kelenteng dan masjid disana seolah menjadi potret toleransi bagi warga Palmerah yang mayoritas pendatang. Lebih dari itu, penduduknya yang beragam dengan latar belakang suku, ras dan agama menambah suasana damai di hati.

Suasana sibuk dan ramainya aktifitas jual beli para pedagang pasar Palmerah yang bahkan selalu meluber ke sepanjang jalan Gelora IX tak membuat kelenteng dan mesjid itu kehilangan heningnya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline