Lihat ke Halaman Asli

Pulang Kampung, antara Kebiasaan Masyarakat, Lampu Penerangan Malam, dan Suporter Jepang

Diperbarui: 23 Juni 2018   10:07

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gambar 1. Suasana toilet si bocah

Lebaran kali ini adalah lebaran yang sangat tidak direncanakan. Kesalahan yang kembali terulang adalah tiba-tiba ingin pulang kampung ke Tegal namun terlambat untuk memesan tiket kereta api (lebih nyaman dan anti macet). Lebaran kali ini juga terdorong oleh halalbihalal yang dikelola oleh keluarga besar saya, sudah sewajarnya semua anggota keluarga terlibat dalam mempersiapkan kegiatan tersebut.

Tanggal 1 syawal malam hari, akhirnya kami memutuskan untuk berangkat keesokan paginya. Hal yang tidak menyenangkannya adalah moda kendaraan yang kami naiki adalah bis D*dy J*ya yang berlokasi di Sumber Arta. Kami ingat sekali fasilitas yang buruk, tidak ber-ac, seringkali berantakan oleh sampah-sampah penumpangnya. Tapi memang benar-benar tidak ada opsi lain untuk keberangkatan kami, semua moda transportasi lain sudah tidak tersedia.

Pagi hari kami berangkat menuju tempat mangkal bis tersebut. Tiket dibandrol sebesar 150.000 per kepala (biasanya 60.000-70.000), kami juga kebagian kursi paling belakang dekat pintu keluar penumpang. Sempat terjadi tumpang tindih kursi dengan penumpang lain karena kesalahan mbak-mbak penjual karcis menempatkan tempat duduk, namun semua itu teratasi.

Kejadian tidak enak pertama muncul ketika bis mengalami kemacetan di tol. Tanpa bilang permisi kepada kami penumpang yang di belakang, seorang bapak menggendong anaknya untuk kencing di pintu belakang. Benar-benar tanpa perasaan bersalah dan tanpa mengucap permohonan maaf untuk kami, beliau mempersilahkan anaknya untuk kencing di pintu belakang.

Mirisnya lagi, tanggung jawab beliau untuk menyiram sisa kencing tidak dilakukan. Rasa marah kami redam, kami siram bekas tersebut dengan air yang kami bawa. Kami menyadari memang anak kecil tidak dapat ditahan-tahan apabila ingin kencing, tapi lebih sopan apabila disimpan di botol atau minimal bilang permisi kepada penumpang di belakang dan menyiram sisa kencing. Gambar "toilet" yang dimaksud adalah seperti di bawah ini.

Kejadian selanjutnya hadir saat bis sedang beristirahat di rest area milik perusahaan bus tersebut. Betapa mengenaskannya melihat sampah berserakan di tempat parkir bus-bus tersebut, padahal tempat sampah tidak jauh dari lokasi parkir bus. Seorang bapak dan anak penumpang bus kami secara kompak membuang sampah bungkus kotak makanan dengan tanpa rasa bersalah di samping bus parkir.

Penumpang lain membuangnya ke bawah bus, adapula yang membiarkan berserakan di bis. Bahkan, hampir semua penumpang tidak membawa sampahnya saat turun dari bis, membiarkannya tergeletak dan menggelinding (terutama sampah botol) ke daerah kursi penumpang lain.

Gambar 2. Suasana bis yang kami gunakan

Hal yang menarik ketika ingin menyimpulkan, "ah, mungkin mereka emang masyarakat golongan bawah, jadi kesadarannya belum terbangun". Di saat yang sama, saya diajak berfikir kembali melihat kelakukan pengendara mobil yang bagus membuang sampahnya di pinggir-pinggir tol cipali. Saya mungkin tidak meneliti lebih jauh tentang pemilik kendaraan tersebut, tapi saya ragu mereka bukan manusia yang tidak terdidik sama sekali untuk tahu apa itu sampah. 

Perjalanan singkat saya ini membawa saya pada bacaan yang pernah saya baca di buku Malcolm Gladwell. Di sebuah stasiun ruang bawah tanah di Amerika, vandalisme sering terjadi pada kereta yang ditumpangi. Setelah diidentifikasi, ternyata ini terjadi karena petugas kurang gigih dalam mengecat kembali bekas vandal dan aturan stasiun kereta api yang kurang disiplin.

Setelah aturan tersebut dibenahi, angka vandalisme berhasil menurun menandai kesuksesan petugas melawan vandalisme. Begitu juga dengan lampu penerangan di daerah gelap dan rawan kejahatan. Setelah dilakukan penelitian dengan memberikan lampu penerangan, angka kejahatan menurun dan tumbuh aktivitas-aktivitas baru yang tidak pernah dilakukan sebelumnya pada malam hari.

Refleksi lain yang saya terima setelah kejadian ini adalah bagaimana suporter timnas Jepang dengan ikhlas mengumpulkan sampah-sampah yang ditinggalkan oleh suporter tim lawan.  Di tempat itu memang tidak terlalu dekat dengan tempat pembuangan sampah, namun suporter Jepang mau untuk melakukan usaha, mencari trash bag, dan mengumpulkan sampah-sampah yang ada.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline