Lihat ke Halaman Asli

Usamah Hasan

Mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Interaksi antara Dakwah dan Politik: Paradigma, Strategi, dan Dakwah

Diperbarui: 29 April 2024   18:41

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth


Oleh: Syamsul Yakin dan Usamah Hasan 
Dosen dan Mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi Program studi BPI Semester 2

Secara  sosio-antropologis, dakwah memiliki hubungan dengan politik. Indikasinya, kegiatan dakwah melibatkan manusia dan pranata-pranata sosial dan keagamaan yang dikuasai manusia. Secara kolosal dakwah melibatkan yang berdakwah (da'i) maupun yang didakwahi (mad'u). Artinya, subjek dan objek dakwah adalah manusia.tidak mungkin kita berdakwah kepada hewan, tumbuhan dan mahkluk lainnya kecuai Manusia.
 
Jadi, secara praksis, dakwah merupakan kerja besar manusia yang bersinggungan dengan teritorial, sumber daya, dan kekuasaan.

Secara historis, seperti halnya politik, usia dakwah sudah sangat tua, yakni sejak adanya tugas dan fungsi yang harus diemban oleh manusia di muka bumi.

Spektrum dakwah juga bersegi banyak. Ada yang memandang bahwa dakwah merupakan keharusan rasional, keharusan sosial dan kultural. Sedangkan tidak sedikit yang memandang bahwa dakwah  adalah keharusan teologis, yakni kewajiban agama yang terkait pahala dan dosa.

Minimal ada tiga paradigma terkait hubungan dakwah dan politik, yakni paradigma simbiotik, integralistik, dan instrumentalistik.

Paradigma simbiotik memandang bahwa dakwah dan  politik saling memerlukan secara timbal balik atau Simbiosis mutualisme saling membutuhkan. Dalam hal ini, dakwah memerlukan politik, karena dengan politik, dakwah dapat berkembang. Inilah yang disebut dengan "berdakwah dengan politik". Unsur utama frasa ini adalah "berdakwah".

Sebaliknya, politik memerlukan dakwah, karena dengan dakwah, politik dapat jadi digdaya dalam bingkai etika dan moral. Inilah yang dikatakan "berpolitik melalui dakwah".

Lalu paradigma integralistik memandang adanya integrasi antara dakwah  dan politik. Wilayah dakwah meliputi juga politik. Oleh  karena itu, menurut paradigma ini, politik merupakan lembaga dakwah atau politik ini bisa disebut wadah bagi berdakwah.
 
Selanjutnya, paradigma instrumentalistik adalah  paradigma yang memosisikan  politik sebagai instrumen atau alat bagi pengembangan dakwah.

Politik dakwah diperlukan untuk menentukan digunakannya ketiga paradigma ini secara terpisah atau bersamaan sesuai dengan situasi dan kondisi objek dakwah pada waktu tertentu sampai batas waktu tertentu.

Sejatinya, secara praktik, politik dakwah lebih tepat diistilahkan dengan taktik dakwah. Contoh politik atau taktik dakwah adalah berdakwah pada masyarakat desa, tentu berbeda dengan berdakwah pada masyarakat kota, baik pendekatan, strategi, dan metodenya. Dengan demikian, politik dakwah dapat dilakukan secara fleksibel. Politik dakwah dinilai efektif apabila didukung oleh faktor internal dan eksternal.
 
Faktor internal adalah diri da'i sedangkan faktor eksternal adalah situasi di luar pelaku dakwah. contohnya ketika kita berdakwah kepada orang yang pintar pasti berbeda cara kita berdakwah kepada orang yang kurang pintar 
Yang dimaksud situasi di luar pelaku dakwah adalah perilaku masyarakat, media, situasi politik, ekonomi, dan hukum.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline