Lihat ke Halaman Asli

Ismail Marzuki

Hidup ini layaknya cermin, apa yang kita lalukan itulah yang nampak atau kita hasilkan

Tak Nyaman Malas

Diperbarui: 8 Maret 2024   08:55

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dokpri

Sedari tadi malam, hujan terus mengguyur. Jalanan di komplekku sudah semua rata. Tak ada, lekukan atau kolam-kolam kecil sisa ban motor atau mobil.  Semunya rata dengan air. Berdasarkan cerita mahasiswa dan postingan media sosial. Kota Sorong banjir di sebagian tempat. Hujan turun tidak ada hentinya sedari malam sampai pagi.

Abyan sudah sia-siap ke sekolah. Azima pun sudah siap mengantar seperti hari-hari sebelumnya. Hari ini, memakai baju olah raga. Hari jumat memang khusus olahraga. Anakpun tak perlu bawa bekal, cukup bawa air  dan uang seribu atau dua ribu saja. Anak-anak memang dilatih sejak dini untuk beramal. Sudah ada makanan yang disiapkan oleh wali murid secara bergantian di setiap hari jum'at.

Kami tak berangkat-angkat. "Bapak Abyan mau sekolah", berkali-kali ia katakan. Karena hujang begitu deras, dan jalanan semua tergenang air. Akhirnya, aku dan ibunya sepakat untuk Abyan tidak masuk kali ini. Di grup WA-pun, banyak wali murid mengizinkan anaknya untuk tidak masuk hari ini, karena hujan begitu deras dan awet.

Setelah mandi, aku berinisiatif menjadi gurunya. Namun, aku pikir-pikir dulu langkah apa yang aku lakukan agar Abyan dan Azima mau belajar pagi ini di rumah denganku. Kucari Snowman di lemari, tidak ada. Kuambil beberapa buku, termasuk buku cerita bergambar besar yang aku dapatkan dari kemitraan UNIMUDA-UNICEF.

"Mari kita belajar..!" sapaku kegirangan, memecah konsentrasi keduanya yang sedang menatap HP dan Youtobe. Kuambil HP-nya, lalu aku ajak mereka. "Kita blajar membaca". "Yeee" kata azima kegirangan sambil melihat buku bergambar yang kupegang.

"Aku tidak mau membaca. Aku mau mengerjakan PR", kata Abyan.

"Oky" jawabku sante. Terus berpikir untuk menarik di depan keduanya. "Mungkin aku terlihat menarik di depan mahasiswa, pikirku. Tetapi tidak pagi ini. Aku harus berusaha keras untuk menarik seperti guru-guru TK. Bagiku, guru TK lebih sulit dari sisi kesabaran dan skill merayu anak. Butuh banyak nada dan lagu untuk memfokuskan anak.

Kuulurkan buku ke Azima yang bergambar. Azima pun semangat, karena ada gambar orang, bunga, tali dan air. Kali ini tentang mencocokkan tulisan dengan gambar. Ada kata, seekor, setangkai, segelas, seorang, seutas, sebatang, sebutir, dan setangkai. "Ini tentang konsep dan penggolongan, kakak, adek", jelasku padanya. Kumulai dengan pertanyaan. "Seekor untuk...?", "Gajah, kucing, sapi, kambing", kata Abyan penuh semangat. Azima pun ikut-ikutan tak mau kalah. Ia hanya mengikuti Abyan. Begitu seterusnya sampai kata "Setangkai". Semua kata yang berawalan "Se-", sudah habis dipelajari. Datanglah bosan mereka.

Kurayu lagi "Ayok kita nulis angka Abyan", Ia pun mau. Aku ajari bagaimana cara menulis angka dan huruf menggunakan lembar 4 garis yang sudah ada di buku itu. Abyanpun mengikuti. Azima melirik sedikit untuk melihat hasil kakaknya.

Abyan lagi-lagi bilang, "Aku mau sekolah mamak". Rupanya Abyan sudah tidak nyaman malas sekolah. Kangen dengan suasana seru bersama ibu guru dan teman-temannya. Semoga rasa itu selalu ada, saat-saat ia terlambat atau tidak masuk karena sakit.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline