Lihat ke Halaman Asli

Ismail Marzuki

Hidup ini layaknya cermin, apa yang kita lalukan itulah yang nampak atau kita hasilkan

Senja di Atas Kampus

Diperbarui: 21 Oktober 2016   04:52

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Sore itu begitu cerah, secerah perasaan para mahasiswa yang keluar dari kelas kuliah. Terbebas dari tekanan bahasa para dosen yang kadang tidak mengasikkan, membuat kepala menjadi pusing, suruh-sana sini, buat ini dan itu. Ya itu lah kenyataan para dosen. Tidak kayak saat SMA atau SD. Tentu Kita sudah tahu saat SD kita kebanyakan main.

Aku selalu menunggu senja di lantai perpustakaan. Di sini aku bisa menyaksikan senja dan langkah para mahasiswa berlalu lalang. Ada yang datang, banyak juga yang pulang.

Sudah beberapa jam aku menunggu senja yang menjadi paporitku. Kalau kau bertanya senja seperti apa yang ku sukai? Aku suka senja yang menyinari mahasiswa.

Mungkin kau bertanya lagi. Kenapa?

Karena, saat senja menyinari mahasiswa, senja menjadi begitu sangat menawan. Aku selalu jatuh cinta pada senja-senja yang mengiringi langkah para mahasiswa.

Namun, terkadang aku sangat kecewa pada mahasiswa yang tidak bisa mengindahkan senja. Mahasiswa itu sering lari saat pulang. Aku sangat benci itu. Tapi selalu ada mahasiswa yang mengobatiku untuk menyaksikan senja. Ada saja mahasiswa yang masih sabar dengan langkahnya yang rapi dan anggun.

Saat senja, memberikan bayang yang lebih panjang pada mahasiswa di depannya. Hatiku semakin bahagia melihat senja. Kadang tak terasa waktu yang ku habiskan menunggu senja dan menyaksikannya.

Aku selalu menunggu senja di atas kampus. Tapi terkadang aku pulang membawa kekecewaan. Terutama kecewa pada awan yang menutupi senja. Senja begitu berharga bagiku.

Pernah suatu hari, aku mengajak seorang temanku. Dia awalnya mau menemaniku dengan sabar. Tapi senja yang ku maksud tak datang-datang juga. Diapun merasa bosan menunggu senja yang ku maksud. Ujung-ujungnya aku menunggu senja sendirian. Walaupun kenyataan mata yang memandang ke padaku. Aku selalu bersama dengan harapanku untuk menunggu senja yang ku sukai.

Aku pernah bercerita pada temanku. Tentang senja yang pernah kulihat di atas kampus. Dia tertarik pada ceritaku, namun satu yang tidak kusukai darinya dia bukan orang yang sabar menunggu senja. Padahal sudah k katakan padanya “Senja di atas kampus itu harus ditunggu dengan penuh kesabaran baru dia bisa  muncul”.

Saat menunggu senja, terkadang hatiku begitu berdebar saat ciri-ciri senja akan nampak. Namun, terkadang saat aku merasa capek atas ciri-ciri senja akan datang, aku merasa kecewa. Kadang saat kecewa atas penugguanku, aku benci pada senja, tapi kebencianku tidak pernah kulakukan dengan sempurna. Aku selalu kembali pada kerinduan-kerinduanku pada pada senja.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline