Lihat ke Halaman Asli

Pasar Tradisional sebagai Destinasi Wisata Baru di Kota Bandung

Diperbarui: 26 Januari 2019   17:54

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pemandangan dari dalam Pasar Cihapit (dok. Tribun Jabar online)

Sebagai upaya untuk meningkatkan akses masyarakat pada pasar tradisional, banyak Pemerintah Kota (Pemkot) termasuk kota Bandung melakukan revitalisasi pada beberapa pasar yang ada di jantung kota. 

Perbaikan ini tujuannya untuk mengubah stigma masyarakat terhadap pasar tradisional yang terkesan becek, jorok, dan bau menjadi pasar yang bersih, aman, dan nyaman. Selain itu diharapkan pasar tradisional dapat bersaing dengan pasar modern (www.pikiran-rakyat.com, 1/3/2018). 

Ini mengingat keberadaan ritel modern membuat keuntungan pedagang pasar secara keseluruhan menurun (Sarwoko, 2008). Revitalisasi ini juga merupakan upaya keberpihakan Pemkot pada pelaku ekonomi kecil yang umumnya tidak terlalu diperhatikan.

Upaya revitalisasi pasar tradisional ini diistilahkan dengan modernisasi pasar. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), modernisasi diartikan sebagai proses pergeseran sikap dan mentalitas warga masyarakat untuk dapat hidup sesuai dengan tuntutan masa kini. 

Namun sayangnya dalam konteks pasar tradisional, upaya modernisasi diartikan sebatas mengambil sisi ruang pada pasar modern yang ada seperti halnya supermarket dan minimarket, dengan mengabaikan sisi lainnya seperti halnya pelaku pasar itu sendiri. Tampilan baru pasar tradisional nantinya diharapkan mampu menciptakan perilaku baru bagi pedagang maupun pembeli seperti halnya di ritel modern.

Sebagai proses modernisasi ini, Pemkot melalui PD Pasar beserta stakeholders yang terlibat (perwakilan pedagang, pengurus pasar, dan sebagainya) umumnya menyusun program-program rencana modernisasi ini sebelumnya. Namun seringkali apa yang diharapkan Pemkot dan stakeholders ini tidak sesuai dengan realita yang terjadi pasca modernisasi pasar usai dilakukan. 

Insan pasar dengan kreativitasnya menjadikan pasar menjadi wahana untuk mereka berkreasi dan berkegiatan meskipun tidak ada sangkut-pautnya dengan aktivitas jual-beli. Alih-alih mereka merusak citra pasar, mereka justru menciptakan warna baru bagi pasar yang tidak sekedar pusat jual-beli kebutuhan sehari-hari. Sebagai contoh Pasar Cihapit yang terletak tak jauh dari Jalan Riau Bandung.

Pasar Cihapit, Dulu dan Kini

Menurut cerita Reza Ramadhan dari Komitas Aleut (komunitasaleut.com), dulunya Belanda membangun kawasan Cihapit didasarkan pada konsep lingkungan yang sehat di mana terdiri atas komplek perumahan yang dilengkapi pasar, pertokoan, taman dan lapangan terbuka (plein). 

Pada tahun 1920-an, komplek perumahan Cihapit ini mendapatkan predikat sebagai contoh lingkungan permukiman sehat di kota Bandung yang dihuni oleh warga golongan menengah baik pribumi maupun Belanda.

Pada tahun 1942-1946, komplek perumahan Cihapit digunakan sebagai interniran oleh tentara Jepang yaitu sebuah kamp konsentrasi tawanan bagi wanita dan anak-anak warga Belanda maupun pribumi. Konon di kamp Cihapit ini selalu hadir pertunjukan kabaret yang dibintangi oleh Corry Vonk, seorang artis kabaret terkenal asal Belanda yang ditawan di sana. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline