Lihat ke Halaman Asli

Putrisari Oktaviani Gustiarti

Mahasiswa Program Studi Pariwisata

Pendakian yang Bercanda Tapi Serius [Edisi : Gunung Mongkrang]

Diperbarui: 13 Desember 2023   16:42

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber gambar : Dokumentasi Pribadi

Perjalanan saya kali ini dimulai dengan sebuah keinginan impulsif saya dan sahabat saya yang sedang mengalami serangan mahasiswa semester 5 katanya. 

Tugas dan kegiatan yang memusingkan datang bertubi-tubi bak ombak di lautan pantai yang bisa menenggelamkan kapan saja (sudah seperti anak sastra belum?) 

Dengan begitu sahabat saya dengan sedikit memaksa namun saya pun sebenarnya tidak merasa terpaksa memutuskan bahwa tanggal 25 November 2023 kami harus melakukan rutinitas wajib kamu yaitu mendaki. 

Saya bisa menyebut ini rutinitas karena setiap tahun memang saya dan sahabat saya satu ini selalu melakukan pendakian atau tidak badan kami rasanya melemah jika tak menghirup udara asli gunung.

Dan tahun ini kami memutuskan Gunung Mongkrang sebagai gunung yang akan kami taklukan. Gunung Mongkrang bisa dibilang bukan gunung yang tinggi hanya dengan ketinggian 2194 mdpl lebih rendah dari Gunung Prau yang biasa kami daki dan kata sebuah artikel di mbah google sih bisa didaki selama 30 menit saja. 

Tentu dengan berbekal info itu kami berdua percaya diri untuk mendaki gunung ini tanpa latihan fisik yang biasa kami lakukan apabila ingin melakukan pendakian ke gunung. 

Seusai kelas di hari Jumat, 24 November kira-kira pukul setengah 5 sore aku dan sahabatku berangkat dari Jogja menuju ke Tawangmangu menggunakan onet (mobil kesayangan sahabatku) berbekalkan navigasi dari google maps yang entah kenapa pada perjalanan kali ini menempuh rute yang cukup unik dan sedikit menegangkan. 

Sebagai supir yang sedikit jantungan dan paranoid melakukan perjalanan menuju magrib rasanya cukup was-was terlebih saat kami berada di area Sukoharjo pinggiran, kami memasuki daerah perhutanan bernama Alas Karet Tepisari.

Hanya bermodalkan lampu mobil dan volume musik yang sedikit dikencangkan kami menerabas padatnya pepohonan yang sebenarnya bisa dibilang aesthetic namun tetap memberi kesan horor karena tidak ada sedikitpun sinar matahari saat itu. Keluar dari alas pun perjalanan kami tetap hanya ditemani jalanan yang sepi dan penerangan yang minim. 

Saya baru merasakan kelegaan setelah kami sampai di area Tawangmangu sekitar pukul 7 malam. Melaju menuju ke basecamp Mongkrang dari kejauhan kami melihat cahaya lampu spotlight dan keramaian yang bersumber dari Tawangmangu night market festival. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline