Lihat ke Halaman Asli

Urip Widodo

Write and read every day

Shutdown Operation

Diperbarui: 2 Juli 2024   16:54

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber: dokpri, drawn by ai

Ronald Taylor, presiden Negara X, adalah sosok yang berwibawa di depan publik. Namun di balik senyumannya yang karismatik, tersembunyi rahasia-rahasia kelam. Selama masa jabatannya, ia telah melakukan berbagai kejahatan. Mulai dari korupsi yang merugikan negara hingga penyelewengan kekuasaan. Tidak hanya itu, pelanggaran hak asasi manusia yang dilakukannya telah merenggut banyak nyawa tak berdosa.

Malam itu, Istana Negara X sunyi. Di balik dinding-dinding megahnya, Ronald Taylor duduk di ruang kerjanya. Cahaya lampu temaram memantulkan bayangan wajahnya yang tampak lelah dan penuh kerut. Pandangannya kosong, menatap keluar jendela yang menghadap taman istana. Angin malam berbisik lembut, seakan membawa kabar buruk yang semakin menambah beban di hatinya.

Ronald menghela napas panjang. Ia tahu, waktunya semakin sempit. Masa jabatannya tinggal beberapa bulan lagi. Dan setelah itu, kekebalan hukum yang selama ini melindunginya akan lenyap. Bayangan para lawan politiknya, uang haram yang mengalir deras, serta nyawa-nyawa yang hilang, semua itu kembali menghantui pikirannya.

"Apa yang harus aku lakukan?" bisiknya pada dirinya sendiri. Ketakutan menyelinap masuk ke dalam hatinya, merayap perlahan seperti ular berbisa. Ia tahu bahwa kejahatannya tidak akan termaafkan. Dan begitu ia turun dari jabatannya, pintu penjara mungkin sudah menunggunya terbuka lebar.

Di tengah kegundahannya, langkah kaki terdengar mendekat. Pintu ruang kerja terbuka perlahan, dan sosok yang ia kenal baik muncul di ambang pintu. Ricardo, penasehat setianya, dengan wajah penuh keyakinan. Ronald menatapnya dengan harapan samar, mencari jawaban atas kegelisahan yang merajam hatinya.

"Ricardo, aku tidak bisa tidur. Aku merasa setiap detik adalah bom waktu yang siap meledak," Ronald membuka percakapan, suaranya bergetar.

Ricardo mendekat, duduk di hadapan presiden. "Saya mengerti, Pak. Tapi kita harus tetap tenang. Pasti ada cara untuk keluar dari situasi ini."

Ronald menggeleng. "Mereka semua menunggu aku lengser. Lawan-lawan politik, termasuk rakyat. Mereka ingin melihat aku jatuh. Mereka akan mengorek semua kesalahanku, menyeretku ke pengadilan."

Ricardo menatap Presiden dengan tatapan tajam. "Saya punya solusi, Pak. Tapi Anda harus percaya dan mengikuti setiap langkah yang saya sarankan."

Presiden mengangkat alisnya, keingintahuan dan harapan bercampur dalam sorot matanya. "Apa yang akan kau rencanakan, Ricardo?"

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline