Lihat ke Halaman Asli

Urip Widodo

Write and read every day

Polisi Melawan Rakyat

Diperbarui: 10 November 2022   09:42

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

poster film Athena/sumber: sinergianews

Ketika mendengar kabar terjadi kerusuhan di Stadion Kanjuruhan dan kemudian mengikuti perkembangan beritanya di media, saya-yang tidak ada di TKP-dapat membayangkan kengerian yang dirasakan penonton yang terjebak, maupun ketegangan para polisi yang berusaha mengendalikan situasi.

Walaupun ada beberapa video yang menggambarkan situasi di Kanjuruhan saat itu, tetap saja kengerian bentrokan antara polisi dan massa belum jelas tergambarkan. Namun, entah mengapa, saat saya nonton film Athena ini, bayangan saya langsung pada suasana chaos yang terjadi di Kanjuruhan. Saya semakin merasakan ketegangannya, kengeriannya, dengan melihat adegan kerusuhan di film ini.

Film Athena memang menceritakan bentrokan yang terjadi di Prancis, antara polisi dengan rakyat. Kerusuhan pecah setelah bocah 13 tahun bernama Idris tewas, dan diduga dibunuh oleh pihak kepolisian. Kematian bocah tak berdosa dari kelompok imigran tersebut menggerakan massa yang marah untuk memulai kerusuhan melawan pihak kepolisian.

Athena adalah tempat tinggal kaum minoritas dari berbagai ras dan agama. Dipimpin oleh kakak korban, Karim, yang menginginkan nama pembunuh adiknya diungkap, serta para pemuda dari lingkungan tersebut memulai pemberontakan yang menyudutkan pihak kepolisian dan warga setempat. Situasi pun dengan cepat berubah menjadi skenario polisi melawan massa anarkis.

Konflik yang sangat menegangkan itu ditambah dengan konflik antara Karim dengan kakaknya, Abdel, yang berprofesi sebagai polisi dan berusaha meredakan anarkisme di tempat tinggalnya.

Kita jadi diberi sudut pandang yang berbeda dari dua bersaudara itu, dengan posisi dan motivasi yang berbeda ketika kerusuhan pecah. Ada yang menginginkan balas dendam, namun ada yang yakin bahwa tragedi bisa berakhir dengan lebih kondusif. Plot yang disajikan serta kronologis, sangat mudah untuk diikuti dari awal hingga akhir. Karena hanya fokus satu peristiwa kerusuhan yang berlokasi di lokasi yang sekitar situ saja.

Alunan musik dan pengambilan gambar dengan menggunakan Teknik yang disebut One Long Shot, sangat menaikkan adrenalin. Itu yang saya rasakan selama film berlangsung.

Ya, sepanjang film menyuguhkan ketegangan yang memikat. Mathias Bouchard sebagai pengarah sinematografi patut diberi apresiasi tinggi, karena sinematografi film ini didominasi dengan banyak one long shot. Dimulai dari adegan pembuka yang kurang lebih selama 10 menit, saat pengumuman kematian bocah 13 tahun di markas kepolisian oleh Abdel, dan kemudian berubah menjadi awal ketika Karim melempar botol molotov. Kita seakan tersedot dalam semesta "Athena" melalui prolognya yang memikat dan immersive.

Setelah adegan prolog, kelanjutan film juga didominasi dengan banyak adegan dengan durasi one take yang panjang dari berbagai perspektif. Terkadang kita melihat dari perspektif Karim yang menggerakan massa anarkis. Adapula saat kita melihat Abdel yang berusaha menyadarkan adiknya untuk menghentikan kerusuhan.

Konsep visual one long shot dari perspektif beberapa karakter kunci berhasil memberikan pengalaman sinematik yang menggugah. Intensitas ketegangan turbulens dan momen tenangnya pun cukup seimbang. Ada saatnya kita berada di tengah baku tembak yang riuh. Ada saatnya adegan berubah menjadi sedikit tenang, meski tetap di selimuti dengan suspense

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline