Lihat ke Halaman Asli

Urip Widodo

Write and read every day

Tutur Kata Politisi Kita

Diperbarui: 12 Mei 2022   10:46

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

sumber: screenshot dr medsos twitter/dokpri

Untuk kesekian kalinya saya menulis atau mengomentari bagaimana para politisi elit di negeri kita tercinta bertutur kata.

Sebelumnya saya telah menulis ujaran-ujaran yang tak mengenakkan dari para politisi, seperti 'tempat jin buang anak', dan 'bahasa Sunda menakutkan', yang sempat ramai di media. Terakhir saya menulis tentang ucapan selamat Iedul Fitri Pak Menag yang lebay, karena membawa-bawa jumlah anak buahnya.

Mungkin sebagian dari Anda ada yang bilang saya rese atau lebay, karena menanggapi dan mengomentari omongan para politisi. No problem, saya hanya ingin mengeluarkan ketidakenakan di dalam hati melalui tulisan, karena mau mengelurkan lewat lisan, harus di mana dan ke siapa?

Kadang saya menulis memang hanya untuk melepaskan rasa jengkel yang memenuhi hati. Dan lagi, saya mengomentari karena mereka-mereka itu termasuk golongan 'yang terhormat' di negeri ini. Dan lagi, mereka sekarang berada di tempat terhormat itu karena andil rakyat kecil, seperti saya.

Bahasa adalah alat komunikasi yang digunakan oleh semua lapisan masyarakat, termasuk oleh para politisi, mereka yang saya maksud terhormat itu. Bahkan mereka itu di'bayar' karena memang harus bersuara. Tugas mereka adalah berbicara. Berbicara itu menggunakan bahasa.

Sehingga tidak aneh kalau mereka sering tampil, menggunakan Bahasa, diberbagai kesempatan di hadapan publik; melalui media cetak, media online, wawancara atau talk show di televisi atau radio, dll.

Melalui bahasa pula para politisi berusaha memengaruhi masyarakat sehingga masyarakat bersedia melakukan apa yang diinginkan oleh mereka, atau setidaknya sepemikiran dengan mereka.

Semua politisi mempunyai tujuan untuk memenangkan dirinya dan partainya dalam pemilu. Atau berusaha supaya lawan politiknya kalah. Untuk mencapai tujuannya, tak jarang para politisi melanggar kesantunan berbahasa, disengaja atau tidak.

Keinginan yang demikian besar untuk mencapai tujuannya membuat politisi cenderung tidak memerhatikan perasaan mitra tutur. Seperti pernah terjadi di sebuah acara talk show di TV, seorang politisi muda, berkata-kata keras dari sisi intonasi juga cenderung kasar dari sisi pilihan kata, kepada lawan bicaranya seorang mantan politisi gaek, yang lebih pantas menjadi ayahnya.

Terbukti, esoknya rame di media-sosial tanggapan dari netizen terhadap si politisi tersebut. Beberapa tanggapan atau komentar dari netizen itu menganggap si politisi telah berbuat tidak sopan, tidak mencerminkan idealnya sosok seorang yang cerdas.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline