Ada satu hadis yang selalu diajarkan kepada anak-anak TKIT (Taman Kanak-kanal Islam Terpadu), yaitu hadis berikut,
"Dari Abu Hurairah ra, dia berkata, Rasulullah Saw bersabda: "Barangsiapa yang beriman kepada Allah Swt dan hari akhir, maka hendaknya dia berbicara yang baik atau (kalau tidak bisa hendaknya) dia diam. Barangsiapa yang beriman kepada Allah Swt dan hari akhir maka janganlah ia menyakiti tetangganya. Barangsiapa yang beriman kepada Allah Swt dan hari akhir maka hendaknya dia memuliakan tamunya." (HR. Bukhari dan Muslim)
Ada tiga sikap hidup dalam redaksi hadis di atas; berkata yang baik, jangan menyakiti tetangga, dan memuliakan tamu. Ketiga sikap itu, menurut saya, adalah sikap dasar dalam berhubungan antar manusia atau Hablum minannas.
Dan kemudian saya jadi sangat paham, mengapa guru-guru TKIT mengajarkan hadis di atas kepada anak didiknya. Karena ini dasar, maka selayaknya ditanamkam sedini mungkin, dengan harapam ketiga sikap dasar itu akan menjadi bekal kelak saat Hablum minannas.
Berkata baik atau diam
Lidah memang tidak bertulang. Itu istilah untuk menjelaskan begitu gampangnya kita mengeluarkan perkataan. Namun, sebagai seorang yang ingin disebut beriman kepada Allah Swt dan hari akhir kita dituntut untuk menjaga lisan atau perkataan kita. Kita diperintahkan, di hadis di atas, untuk hanya berkata sesuatu yang baik, dan lebih baik diam kalau tidak ada hal baik yang perlu diucapkan.
Sayidina Umar bin Khaththab pernah mengatakan, 'cukup dikatakan berdusta, orang yang mengatakan apa-apa yang dia ketahui'. Kenapa disebut berdusta? Karena saat kita mengatakan semua yang kita ketahui, tanpa melihat urgensinya, terkadang terselip 2-3 kalimat penambah yang bisa saja itu bukan yang sebenarnya.
Hubungan sesama manusia atau Hablum minannas sering terganggu gara-gara perkataan yang tidak terjaga. Dan di era medsos (media sosial) perkataan (lisan) sudah digantikan oleh teks (tulisan). Fungsi lidah sudah diwakili oleh jari-jari.
Ironisnya, dengan medsos semakin mudah saja setiap orang mengatakan (menuliskan) sesuatu, tanpa harus menilai baik buruknya. Saya pernah menulis artikel di Kompasiana berkenaan dengan lisan diganti tulisan ini, dengan judul 'Lebih Baiknya tidak Menulis'.
Silahkan baca di sini.