"Saya hanya ingin membantu ibu, supaya warung baso ibu ga sepi lagi, gara-gara ibu menaikkan harga. Beberapa warung baso juga sudah pakai."
Hening sejenak.
Aku mendengarkan di balik pintu kamarku. Ini kali kedua Mang Jana mendatangi ibuku. Seperti sebelumnya, dia datang untuk membujuk ibuku supaya mau menerima ayam tiren, untuk bahan membuat baso.
"Tapi ... kalau ketahuan bagaimana?"
"Tenang, Bu. Saya jamin tidak akan ketahuan. Sudah saya bilang tadi yang lain juga aman-aman saja. Baso Mas Edi, yang di depan SD sana, sudah 4 bulan saya pasok, sekarang makin ramai pembelinya. Baso Away yang di pengkolan, baru sebulan saya pasok juga. Lalu, baso urat yang mangkal di depan mini market, sudah 2 bulan, selalu ramai yang beli. Dan sampai sekarang aman-aman saja."
Hening lagi, agak lama.
"Begini, Bu. Bagaimanapun, kalau ibu memakai daging ayam biasa, apalagi daging sapi, dijamin ibu ga bisa menjual baso dengan harga normal," lanjut Mang Jana. "Tapi kalau memakai ayam tiren, ibu bisa menjual dengan harga normal, terus keuntungannya bertambah, karena harganya cuma separoh harga ayam biasa."
Ibuku hanya diam. Sepertinya ibuku sedang berpikir, mempertimbangankan tawaran Mang Jana.
"Baiklah, akan saya pertimbangkan, saya akan bicara dulu dengan anak saya." Akhirnya ibuku berkata.
"Baik, kalau begitu saya permisi."