Lihat ke Halaman Asli

Urip Widodo

Write and read every day

Tinggalkan yang Meragukan

Diperbarui: 13 Februari 2022   11:43

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

sumber: umma.id

Hadis merupakan salah satu referensi, selain Al-Quran, yang harus dijadikan acuan seorang Muslim dalam semua aktivitas kehidupannya. Ada ribuan hadis yang diriwayatkan para periwayat hadis seperti Imam Bukhari, Imam Muslim, Imam Abu Daud, Imam At-Tirmizi, Imam An-Nasai, Imam Ibnu Majah, dan yang lainnya.

Dari ribuan hadis tersebut, oleh Imam Nawawi diambil 42 hadis yang kemudian dikumpulkannya dalam sebuah kitab kecil yang dikenal dengan Hadits Arbain atau Arbain Nawawi. Banyak yang menyebutkan bahwa keempat puluh hadis tersebut merupakan pokok-pokok ajaran Islam.

Salah satu hadis dalam Hadits Arbain tersebut adalah hadis tentang perintah untuk meninggalkan sesuatu yang meragukan dan mengambil sesuatu yang tidak meragukan. Redaksi hadis tersebut adalah sebagai berikut,

"Da' maa yariibuka ilaa maa laa yariibuka".

(Tinggalkan apa yang meragukan dan kerjakan apa yang tidak meragukanmu)

Perawi (periwayat) hadis ini Hadis ini Hasan bin Ali bin Abi Thalib, cucu Rasulullah Saw. Matan (redaksi) hadisnya sederhana, singkat, tetapi maknanya dalam dan sangat penting untuk dipahami serta dilaksanakan dalam kehidupan sehari-hari seorang Muslim.

Hadis ini bahkan dikatakan yang mendasari adanya kaidah ushul fiqh yang berbunyi 'Al-Yaqqinu laa yazaalu bisy-syak', yang artinya 'Keyakinan tidak bisa dihapus dengan keraguan'.

Penjelasan hadis yang singkat ini sangat luas, tidak akan cukup kalau mau diulas lengkap hanya dengan menuliskannya di kompasiana. Namun, secara sederhana saya akan menjelaskan sebagian dari ulasan hadis ini.

Kaidah ushul fiqh serta makna hadis di atas secara sederhana bisa dijelaskan sebagai berikut. Misalkan, setelah melaksanakan salat Maghrib kita melakukan berbagai aktivitas, seperti membaca, menulis, makan, atau apapun, sampai terdengar azan salat Isya. Lalu muncul keraguan dalam diri kita, sudah batal belum ya wudu kita? Maka, keraguan itu harus ditinggalkan dan kembalikan pada yang yakin, yaitu kita dalam keadaan berwudu. Jadi saat hendak melaksanakan salat Isya, tidak perlu berwudu lagi.

Kita yakin sudah berwudu, karena telah melaksanakan salat Maghrib.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline