Lihat ke Halaman Asli

Urip Widodo

Write and read every day

Siri

Diperbarui: 31 Januari 2022   07:34

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber: Kompasiana/dethazyo

"Ghirah atau cemburu itu ada dua, pertama masalah wanita dan kedua perkara agama. Jika adik perempuanmu diganggu orang, lalu orang itu kamu pukul, pertanda padamu masih ada ghirah. Jika agamamu, nabi dan al-Quran kitab sucimu dipersenda, dihinakan orang, kamu berdiam diri sahaja, bermakna ghirah telah luput dari dirimu. Sadarlah bahwa, ghirah dan cemburu karena syaraf dan agama adalah pakaian yang tidak boleh ditanggal. Kalau akan ditanggal juga, gantinya hanya satu, yaitu kain kapan tiga lapis. Sebab kehilangan cemburu samalah dengan mati."

AKP Andre menutup buku setelah membaca kalimat tersebut. Ini kali ketiga dia membaca kalimat yang ada di halaman 23 itu. Kepalanya digerakkan ke belakang, hingga tengkuknya menyentuh sandaran kursi. Kedua matanya menatap langit-langit. Tatapan kosong, karena yang sedang bekerja pikirannya.

Tiga kali pula dia merenungi rangkaian kalimat yang dibacanya tersebut. Ada peperangan di dalam jiwanya. Perang antara dua kutub yang sebenarnya berasal dari idealisme yang sama.

Pergolakan bathin ini dimulai saat empat hari yang lalu dia mengalami kejadian yang luar biasa. Sebuah peristiwa yang baru pertama kali dialami selama bertugas sebagai polisi.

Sore itu, empat hari yang lalu, AKP Andre sedang berada di ruang kerjanya di Kepolisian Sektor di sebuah Kecamatan di Kabupaten Bantaeng. Sebagai Kapolsek yang baru sebulan ditugaskan di sana, dia memang sering berlama-lama di kantor. Selain mempelajari kasus-kasus yang pernah terjadi sebelum dia bertugas, juga untuk mengenal lebih dekat rekan-rekan atau tepatnya anak buahnya.

Arlojinya menunjukkan jam 16.35 saat terdengar keributan di arah loby. Andre berdiri dari duduknya bertepatan dengan rekannya Tony masuk dengan tergesa. Tanpa mukadimah Tony berkata, "Pak, bisa keluar sebentar?"

Andre hanya mengangguk dan beranjak mengikuti Tony. Sampai di loby, Andre tertegun. Di meja, di sebelah monitor komputer, tergeletak sebilah golok. Golok bergagang hitam yang berlumuran darah. Di dekatnya duduk seorang pemuda yang hanya mengenakan kaos oblong. Di beberapa bagian kaos berwarna krem itu pun terlihat cipratan darah.

Untuk beberapa saat Andre dan pemuda itu saling tatap.

"Ada apa ini?" Andre bertanya kepada Tony yang berdiri di sebelah pemuda tadi.

"Pemuda ini." Toni memegang pundak pemuda dengan tangan kirinya, "Bernama Asmin Labbiri. Dia datang untuk melapor, bahwa dia telah melakukan pembunuhan dengan menggunakan golok ini."

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline