Harusnya di hari istimewa bagi kaum hawa ini saya menulis tentang sosok-sosok perempuan hebat dan tangguh. Namun, karena terlalu banyak sosok perempuan yang saya kagumi. Memilih salah satunya untuk ditulis tentangnya tentu sangat sulit.
Beberapa di antara perempuan yang saya kagumi adalah, Khadijah binti Kuwailid. Perempuan hebat yang penyokong utama dan terdepan saat awal-awal Muhammad, suaminya mendapat amanah menjadi Rasul. Kemudian Aisyah binti Abu Bakar. Perempuan yang dengan perantaranya banyak sunah Rasulullah, khususnya kebiasaan Rasulullah di ruang privatnya, tersampaikan kepada kita.
Lalu, Maryam binti Imran, yang beban fisik dan mentalnya tidak akan pernah dialami lagi oleh perempuan mana pun sampai kapan pun. Perempuan suci yang jangankan bergaul dengan lawan jenis, keluar rumah pun jarang. Namun, harus menanggung beban karena melahirkan seorang bayi suci, tanpa menikah.
Ada pula Tjut Nyak Din, perempuan perkasa dari tanah Serambi Mekkah, yang karena saking ketakutannya Kompeni saat itu, harus membuangnya ke tatar Sunda, Sumedang, sampai akhir hayatnya.
Dan banyak lagi sosok perempuan yang saya kagumi.
Namun yang jelas, yang saya kagumi secara nyata dalam kehidupanku adalah ibuku dan istriku. Spesial untuk istriku, saya ingin mempersembahkan tulisan ini. Karena dulu saya harus mencintaimu dan sekarang ingin lebih mencintaimu, dan terus mencintaimu.
Mungkin jadi agak rancu tulisannya nanti, seolah jadi curhat seorang suami yang mengharap sesuatu dari istrinya. Tapi, enggak apalah dianggap curhat juga.
'Jadilah Pakaianku' saya ambil judul demikian untuk tulisan ini. Karena bagaimanapun, supaya saya, sang suami lebih mencintaimu dan terus mencintaimu, tentu akan ada harapan (bukan tuntutan ya). Itulah kenapa ada kata 'jadilah'. Namun, saya akan bersikap adil. Saat saya menulis 'Jadilah Pakaianku', maka dalam hati pun tertanam kalimat, 'Aku pun akan jadi pakaianmu'.
Saya akan mengutip salah satu ayat dalam al-Qur'an,
"Mereka (istri-istri) adalah pakaian bagimu, dan kamu adalah pakaian bagi mereka".