Kokok ayam membangunkanku. Namun, dinginnya pagi membuat tanganku menarik selimut ke atas, menutupi kepala. Kehangatannya membuat lelapku berlanjut.
Setengah jam kemudian.
Bunyi gawai membangunkanku. Awalnya kuhiraukan, mata ini serasa rapat tidak mau dibuka. Tapi suaranya yang menusuk gendang telinga dan tidak berhenti, memaksaku bangun untuk meraih benda pipih itu.
Rupanya Tedi.
"Ya," jawabku serak.
"Syukur deh, kirain lu pingsan. Cepet sini, gua di kantin biasa," teriak Tedi di seberang sana.
Kugeleng-gelengkan kepala, mengusir kantuk yang masih memberati kepalaku. Kulirik arloji yang menunjukkan pukul tujuh. Kuingat-ingat lagi. Semalam masuk kamar ini pukul 9, sekarang bangun jam 7. Perasaan tidurku pun nyenyak. Aku tersenyum sendiri.
Betul kata Tedi, aku patut bersyukur, malam tadi tidur nyenyak tanpa ada gangguan apa-apa. Berarti tantangan pertama aku lulus.
Aku memang lagi menerima tantangan dari Tedi. Tidur di rumah kakeknya yang sudah kosong sebulan.
Sejak kakeknya meninggal sebulan yang lalu, tidak ada yang mau tidur di rumah ini. Asisten tumah tangga yang dulu membantu dan menemani kakeknya Tedi, sekarang hanya datang siang hari saja. Itu pun dua hari sekali, hanya untuk bersih-bersih.
Seminggu yang lalu memang ada yang tidur. Kakaknya Tedi dan istrinya yang datang dari luar kota terpaksa tidur di rumah itu, karena di rumah Tedi sudah tidak ada kamar kosong lagi. Tapi mereka cuma tidur semalam. Esoknya pindah ke hotel.