Lihat ke Halaman Asli

Urip Widodo

Pensiunan yang ingin terus menulis

Agar Cinta Tak Bertepuk Sebelah Tangan

Diperbarui: 28 Agustus 2020   16:50

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gaya Hidup. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

Cinta itu idealnya harus berbalas, harus nyambung dua arah antara si pecinta dengan yang dicinta. Cinta bisa saja hanya satu arah, tapi itu akan melahirkan rasa kecewa. Kecewa karena yang dicinta tidak mau membalas cintanya.

Rasa cinta merupakan salah satu hal terpenting yang ada di dalam hidup manusia. Tanpa cinta, kehidupan manusia akan menjadi hampa. Namun, perlu diperhatikan bahwa cinta tertinggi atau puncak cinta ialah kecintaan kita kepada Allah SWT.

Seorang muslim sudah menyadari bahwa hidup di dunia itu untuk beribadah.

"Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan agar mereka beribadah kepada-Ku." Demikian firman Allah SWT dalam surat Adz-Dzariyat ayat ke-56.

Kata 'melainkan' merupakan penegasan, bahwa alasan manusia diciptakan adalah hanya untuk beribadah.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, ibadah artinya 'perbuatan untuk menyatakan bakti kepada Allah Swt., yang didasari ketaatan mengerjakan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya'. Jadi walaupun Allah SWT yang memerintahkan, hakikatnya ibadah itu kebutuhan kita sebagai pernyataan sikap berbakti kepada-Nya.

Kita beribadah atau tidak, Allah SWT tidak akan merugi, justru kita sendiri yang akan menanggung kerugian. Ke-MahaKuasaan Allah tidak akan berkurang kalau kita tidak beribadah. Sebaliknya, juga tidak akan bertambah manakala manusia beribadah kepada-Nya. Beribadah atau tidak, efeknya akan kembali kepada kita.

Kalau pun semua manusia di dunia ini mogok ibadah atau bahkan murtad, keluar dari Islam, bagi Allah itu bukan masalah. Kekuasaan Allah tidak terpengaruh. Bagi-Nya sangat mudah. Allah SWT tinggal mengganti semua manusia yang durhaka itu dengan suatu kaum yang baru. Seperti peringatan-Nya di surat Al-Maidah ayat ke-54.

"Wahai orang-orang yang beriman! Barangsiapa di antara kamu yang murtad (keluar) dari agamanya, maka kelak Allah akan mendatangkan suatu kaum. Dia mencintai mereka dan mereka pun mencintai-Nya....."

Yang menarik dari ayat peringatan Allah di atas adalah karakter dari kaum pengganti. Disebutkan di ayat itu, karakter kaum yang akan menggantikan manusia yang seluruhnya murtad itu adalah mereka dicintai Allah dan mereka pun mencintai Allah. Dua cinta yang saling berbalas.

Menurut Ibnu Qoyyim, seseorang dikatakan mencintai Allah manakala dia melaksanakan ibadah yang fardhu. Ibadah fardhu adalah ibadah yang harus dilakukan (wajib) dalam kondisi bagaimanapun. Sholat fardhu misalnya, dalam kondisi sakit parah, tidak bisa berdiri, tidak bisa berwudhu, tetap harus dikerjakan. Dan itu adalah bukti kita mencintai Allah. Sedang dalam kondisi apa pun, ketika yang dicinta meminta atau menyuruh, tentu kita akan memenuhinya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline