Lihat ke Halaman Asli

Sela-sela Kehidupan

Diperbarui: 26 Juni 2015   02:22

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_132252" align="aligncenter" width="300" caption="Tukang ayam marema menjelang lebaran (Urip SR)"][/caption] Tangannya lincah memainkan pisau belati, menguliti dagaing ayam menjadi daging filled yang siap masuk mesin penggilingan.  Deru mesin berbahan bakar solar menderu bagai genderang perang penyemangat pagi buta.  Panggil saja Rohamat (32) bagai mendapat rahmat, pagi ini ia berhasil membuat filled daging ayam sebanyak 150 potong (biaya per potong Rp. 2000,-).  Alhamdulilah...katanya bersyukur sembari menyeka tetesan keringat yang mulai mengalir di sudut dahinya. " Sebenarnya sudah mau tutup, berhubung lebaran ditunda, dan masih banyak yang membutuhkan jasa,"  kilahnya sembari jarinya terus bergerak lincah menguliti daging ayam. " Pamali menolak rezeki, sekalian aja buka sampai siang nanti, " katanya lagi. Sret...sret...sret..sesekali pisau itu diasah manakala dirasanya tumpul, suara asahan yang beradu membuat kelu di ulu hati, betapa tajamnya pisau itu.  Terasa miris dihati bagi yang mendengar suara asahan itu.  Sisa-sisa tulang ayam yang menggunung, masih bisa dimanfaatkan untuk campuran sayur sop, ada seorang pengepul langganannya yang selalu setia membeli.  Begitu pula bulu ayam yang teronggok disudut, sudah ada pemesannya tersendiri.  Semua laku dijual kecuali kotorannya.  Tuturnya berseloroh disela-sela perbincangan yang sesekali diulang karena berpacu dengan suara gemuruh mesin giling daging. Bau anyir dan tetesan keringat begitu melekat disetiap desah aktifitas kesehariannya.  Profesi yang sudah digelutinya itu bukan pilihan tetapi tuntutan hidup yang membuatnya bertahan sampai kini.  Sela-sela kehidupan anak manusia beragam profesi mewarnai hiruk-pikuk roda kehidupan.  Patut disyukuri, bersyukur adalah obat ternikmat untuk nutrisi hati.  Tanpa rasa syukur kehidupan ini terasa gersang dan "gemrungsung" dihati. Pagi buta mulai beranjak seiring kokok ayam membangunkan sang dewi malam untuk segera beringsut menyapa datangnya sang mentari pagi yang malu-malu menyembul di ufuk timur.  Begitulah pergantian sang waktu mewarnai roda kehidupan yang selalu berputar. (Urip SR)*** Pagi buta disudut pasar Cikampek (30/08/2011)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline