"Kincir Tanda Pembanding: Angin Segar Belajar Matematika dari Belanda untuk Desa Terpencil"
Penulis : Uray Neny Yuwindi,S.Pd
Sebuah desa terpencil yang jauh dari hiruk-pikuk perkotaan, di mana internet masih menjadi mimpi yang jauh. Inilah kisah tentang sebuah inovasi sederhana yang mengubah paradigma pembelajaran matematika di Sekolah Dasar Desa Terpencil, tepatnya SDN 18 Malabae.
Di tengah tantangan keterbatasan sarana dan prasarana, seorang guru gigih, yang kami sebut sebagai Ibu Maya, memiliki tekad untuk membuat pembelajaran matematika di kelas 2 menjadi lebih menarik dan interaktif. Terinspirasi oleh alam sekitarnya, Ibu Maya menciptakan alat peraga dari kardus yang tak terpakai, membentuknya menjadi kincir angin asal Belanda.
Dengan kreativitasnya, Ibu Maya mengubah kincir angin menjadi "Kincir Tanda Pembanding." Meskipun tidak tahu persis dari negara mana kincir angin tersebut berasal, namun Ibu Maya yakin bahwa keunikan bentuknya akan memikat perhatian anak-anak dan membuat pembelajaran matematika lebih mudah dipahami.
Kincir Tanda Pembanding tidak hanya menjadi alat peraga biasa. Ibu Maya menggunakan kreativitasnya untuk menggambarkan konsep membandingkan bilangan secara visual. Setiap bilah kincir diberi tanda khusus, memberikan pemahaman intuitif tentang perbandingan bilangan yang sulit dipahami hanya dengan angka di buku teks.
Dalam satu sesi pembelajaran, anak-anak diajak untuk memutar Kincir Tanda Pembanding secara bersama-sama. Mereka belajar bagaimana bentuk dan warna setiap bilah mewakili bilangan tertentu. Anak-anak tidak hanya mendengar, tetapi melihat, merasakan, dan berpartisipasi aktif dalam setiap aktivitas pembelajaran.