Lihat ke Halaman Asli

Uray Andre Baharudin S. Tr. Pi

Saya seorang freelancer penulis, yaitu sebagai seorang profesional ghostwriter.

Opini di Tangan Penguasa: Ketika Kata-kata Dimonopoli Oleh Penguasa

Diperbarui: 8 Agustus 2023   13:07

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gambar ilustrasi by: istockphoto.com

Penulis: Uray Andre Baharudin S. Tr. Pi

Saat berbicara membahas tentang opini, atau pendapat setiap orang, adalah hak yang seharusnya dijamin bagi semua. Tetapi sayangnya, ada kalanya opini-opini ini direbut oleh para penguasa. Ketika hal ini terjadi, suara-suara beragam yang seharusnya didengar dan dihargai, justru dikuasai oleh pihak yang memiliki kekuasaan. Hal ini patut menjadi sorotan karena setiap orang seharusnya memiliki kebebasan untuk beropini.

Dalam sebuah negara demokrasi, penting bagi kita untuk mendengar berbagai pendapat dan sudut pandang. Kebebasan mengungkapkan pendapat adalah salah satu aspek penting dalam demokrasi yang harus dihargai. Namun, sering kali kita melihat bahwa penguasa mencoba menguasai dan mengendalikan opini yang muncul di masyarakat. Artinya, pihak yang berkuasa mencoba mengontrol apa yang orang percaya dan mengurangi pendapat yang berbeda dengan pandangan mereka. Salah satu contohnya dengan penerbitan Perpres Jurnalisme Berkualitas.

Seperti air dan minyak, penguasa dan opini seharusnya tidak dicampur adukkan. Sayangnya, sering kali penguasa berusaha membatasi kebebasan berpendapat demi mempertahankan posisi mereka. Mereka menggunakan kekuasaan mereka, baik secara langsung maupun tidak langsung, untuk mengelola informasi yang beredar dan mengendalikan pandangan publik. Hal ini berdampak pada kurangnya keragaman pendapat yang terefleksikan dalam berbagai pendapat yang muncul di masyarakat.

Dominasi opini oleh penguasa seringkali juga disertai dengan perlakuan tidak adil terhadap mereka yang berani mengkritik atau menyuarakan pandangan yang berbeda. Mereka dapat dibungkam, dinyatakan sebagai musuh, atau dihadapkan pada sanksi. Hal ini tidak hanya merugikan individu-individu yang bersangkutan, tetapi juga menciptakan lingkungan yang otoriter dan menghambat demokrasi yang sehat.

Yang menjadi permasalahan utama adalah ketidakseimbangan informasi dan perspektif. Penguasa memiliki kecenderungan untuk membatasi akses masyarakat umum terhadap informasi yang sebenarnya. Mereka mengendalikan media dan menjalankan agenda sendiri sehingga banyak opini yang tidak sejalan dengan pandangan mereka tidak diungkapkan atau bahkan dihilangkan sama sekali. Dalam kondisi seperti ini, masyarakat menjadi serba salah dan sulit untuk membentuk opini yang berbeda.

Dalam hal ini, penguasa seharusnya sadar terhadap opini-opini yang dibangun oleh publik tanpa haru dibatasi. Penguasa seharusnya mendorong keberagaman pendapat dan memberikan ruang bagi semua orang untuk menyampaikan pandangan mereka tanpa rasa takut atau khawatir. Mewujudkan kesetaraan dalam menyampaikan pendapat adalah kunci bagi demokrasi yang sehat dan berkembang.

Menurut opini saya, sebenarnya yang harus dilakukan oleh penguasa adalah bagaimana untuk melakukan upaya agar kebebasan beropini yang dilakukkan oleh publik tetap terjaga bukan malah sebaliknya dengan membatasi. Kita sebagai masyarakat juga perlu mengingatkan penguasa bahwa kekuasaan mereka juga harus beriringan dengan tanggung jawab untuk menghormati hak setiap individu untuk berpendapat. Hanya dengan cara ini, kita dapat menciptakan masyarakat yang hidup, berani mengkritik, dan memajukan perubahan yang lebih baik.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H



BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline